Diperiksa 8 Jam, Ahok Bongkar Isi Catatan Rapat Saat Jadi Komut Pertamina
Nasional
.png)
Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, telah selesai jalani pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (13/3).
Ahok diperiksa terkait kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Sekitar 8 jam lamanya mantan Gubernur DKI Jakarta itu diperiksa. Pemeriksaan dimulai sekira pukul 10.00 WIB dan Ahok keluar dari Gedung Kejagung pukul 18.34 WIB.
Baca Juga: Kasus Korupsi Impor Gula Dinilai Sumir, Habiburokhman Minta Kejagung Menjelaskan
Ahok menjelaskan perihal lamanya dirinya diperiksa penyidik Kejagung.
"Bukan alot (pemeriksaannya). Saya (diperiksa) jadi saksi sembilan orang (tersangka) itu kan," kata Ahok usai pemeriksaan, Kamis (13/3/2025).
Saat pemeriksaan, kata Ahok, dirinya ditanya mengenai apa saja yang dilakukannya selama menjabat Komut Pertamina.
Baca Juga: Agresif Usut Korupsi Kakap Kinerja Kejagung Dipuji
Persoalan itulah yang membuat Ahok membawa catatan tangan mengenai rapat-rapat selama jadi Komut.
"Intinya saya mau membantu kalau ada yang kurang. Nanti setelah dia dapat data dari Pertamina setelah mereka pelajari, semua rapat kan kita ada rekaman dan catatan. Kalau butuh saya lagi, saya datang lagi," jelas Ahok.
Di singgung soal Dewan Direksi, Ahok enggan menjawab karena hal itu merupakan ranah penyidik.
"Saya kira tunggu aja dari Kejaksaan Agung akan minta data dari Pertamina. Kan saya sudah tidak di Pertamina, saya nggak bisa kasih data. Saya hanya bisa ingatkan rapat ini tanggal berapa, saya punya agenda catatan," paparnya.
"(Catatan yang dibawa itu) ya saya kasih tahu kita punya pengarahan tentang apa, ada di mana. Kalau soal nanti kenapa nggak dikerjakan, ya kita ada teguran ya bapak tanya sama direksi lah," pungkas Ahok.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi Pertamina ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.
Kejagung menyebut sembilan tersangka itu bersekongkol untuk melakukan impor minyak mentah tidak sesuai prosedur dan mengolah dengan prosedur yang tidak semestinya.
Perbuatan para tersangka disebut menyebabkan kenaikan harga BBM yang akan dijual ke masyarakat, sehingga pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN. (Reporter: Selvianus Kopong Basar)