DPR Sahkan Revisi KUHAP, Puan Tegaskan Isu yang Viral di Medsos Cuma Hoaks
Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengetuk palu pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1981 atau RUU KUHAP dalam Sidang Paripurna pada Selasa, 18 November 2025.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani itu berlangsung dengan kehadiran 242 anggota dewan. Pengesahan ini menjadi penanda penting dalam perjalanan reformasi hukum acara pidana di Indonesia.
Sebelum persetujuan diberikan, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memaparkan sejumlah poin krusial terkait pembaruan KUHAP, mulai dari kewenangan penyidik hingga penguatan hak tersangka. Ia sekaligus membantah isu-isu yang ramai beredar di media sosial.
Dalam penjelasannya, Habiburokhman menyatakan bahwa sebagian besar narasi yang berkembang tidak memiliki dasar. Puan Maharani pun menegaskan hal serupa.
“Tadi penjelasan dari Ketua Komisi III saya rasa sudah sangat jelas. Yang beredar itu hoaks,” ujarnya sebelum meminta persetujuan anggota. Seluruh peserta rapat pun serempak menyatakan “setuju”.
Sidang tersebut juga dihadiri para Wakil Ketua DPR, antara lain Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, Cucun Ahmad Syamsurizal, dan Saan Mustopa, menunjukkan konsolidasi penuh pimpinan DPR dalam proses pengesahan undang-undang ini.
Revisi KUHAP Disebut Lebih Produktif dan Partisipatif
Habiburahman (instagram.com/habiburokhmanjkttimur)Usai paripurna, Habiburokhman menegaskan bahwa penyusunan revisi KUHAP dilakukan secara terbuka dan melibatkan banyak pihak.
Menurutnya, hampir seluruh substansi pasal merupakan hasil masukan dari masyarakat sipil, akademisi, organisasi bantuan hukum, hingga praktisi hukum.
“Kami pastikan KUHAP ini justru memperkuat peran advokat dan melindungi posisi tersangka,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa penguatan peran penasihat hukum bertujuan mencegah potensi tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum.
Ia juga membantah tegas narasi yang menyebut polisi dapat menyadap atau mengambil ponsel warga tanpa izin. Berdasarkan Pasal 135 ayat (2), penyadapan tetap membutuhkan izin pengadilan dan pengaturan khusus. Hal yang sama berlaku untuk pembekuan data dan penyitaan, yang dalam Pasal 139 ayat (2) dan Pasal 44 mensyaratkan izin hakim.
Terkait isu penangkapan tanpa adanya kepastian tindak pidana, DPR menegaskan bahwa penangkapan tetap harus didasarkan pada status tersangka dan alasan hukum yang kuat, seperti risiko melarikan diri atau upaya memengaruhi saksi. “Tidak ada praktik sewenang-wenang,” tegasnya.
Polemik Publik Berlanjut: Jalur Uji Materi di MK Masih Terbuka
Cucun Syamsurijal (Instagram)Meski telah disahkan, polemik terkait sejumlah ketentuan dalam revisi KUHAP masih bergulir di ruang publik. Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal sebelumnya menegaskan bahwa proses pembahasan tidak akan dihentikan hanya karena adanya kritik atau laporan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurutnya, semua laporan tetap diproses sesuai mekanisme internal.
Cucun juga menekankan bahwa pihak-pihak yang menolak isi revisi KUHAP dapat menempuh jalur konstitusional melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi. “Silakan tempuh mekanisme konstitusional jika ada yang tidak sepakat,” ujarnya.
Sejumlah pengamat hukum menilai, pengesahan KUHAP baru ini akan menjadi ujian besar bagi komitmen negara dalam menjamin transparansi sekaligus perlindungan hak-hak warga negara. Implementasinya akan menentukan apakah jaminan yang disampaikan DPR dapat dirasakan dalam praktik.
Di tengah harapan dan kekhawatiran publik, perubahan KUHAP menandai fase baru sistem peradilan pidana Indonesia—sebuah proses yang menuntut pengawasan ketat dari masyarakat.