Dua Tahun Jadi Teka-Teki, Makam Misterius di Lamongan Resmi Dibongkar Warga
Polemik makam misterius yang sempat meresahkan warga TPU Dusun Rangkah, Desa Ngujungrejo, Kecamatan Turi, Lamongan, akhirnya menemukan titik terang.
Setelah dua tahun menjadi tanda tanya, cungkup makam yang dinilai tidak memiliki dasar sejarah resmi akhirnya dibongkar.
Pembongkaran dilakukan oleh sekitar sepuluh warga secara gotong royong, namun tetap berada di bawah pengawasan ketat Forkopimcam untuk mencegah potensi ketegangan.
Langkah ini sekaligus menjawab keresahan masyarakat yang sejak awal mempertanyakan legitimasi makam tersebut.
Asal-Usul Meragukan: “Nama-Nama Itu Tidak Pernah Kami Dengar”
Warga sejak awal curiga karena makam tersebut mencantumkan tiga nama tokoh yang diklaim sebagai penghuni makam: Syekh Abdurrahman bin Abdurrahim, Resi Pranoto Wijaya, dan Nyi Mas Tanjung Sari.
Alih-alih menambah kewibawaan, nama-nama itu justru membuat masyarakat bingung karena tak pernah muncul dalam sejarah lisan maupun catatan desa.
Mahmudi, salah satu warga, mengaku terkejut saat membaca nama-nama tersebut.
“Warga sini tidak mengenal tokoh-tokoh itu. Tidak pernah ada ceritanya,” ujarnya.
Kepala Desa Ngujungrejo, Mujib, menegaskan bahwa pembangunan makam tersebut tidak memiliki dasar penelitian sejarah, melainkan hanya bersumber dari mimpi dan petunjuk paranormal yang dipercaya segelintir orang. Temuan ini kemudian menjadi dasar kuat untuk membongkar cungkup.
Warga juga menuturkan bahwa pembangunan makam dilakukan secara perlahan dan tanpa sosialisasi, sehingga hanya diketahui beberapa pihak saja. Hal ini memperkuat kecurigaan hingga akhirnya memicu keresahan yang meluas.
Fenomena Makam Keramat Fiktif: Antara Keyakinan dan Kepentingan Ekonomi
0Ilustrasi Makam (Pexels
Kasus Lamongan ini menyoroti fenomena munculnya makam keramat “instan” yang tiba-tiba diklaim sebagai situs penting meski tak memiliki landasan sejarah. Di berbagai daerah, motif semacam ini sering berkaitan dengan potensi keuntungan ekonomi.
Ketika sebuah makam disebut keramat atau dikaitkan dengan tokoh besar, arus peziarah akan berdatangan. Situasi itu menghadirkan peluang ekonomi seperti parkir, sesajen, hingga donasi. Tidak mengherankan jika ada pihak yang memanfaatkan kondisi tersebut demi keuntungan pribadi.
Namun, praktik ini membawa risiko serius: menyesatkan masyarakat, menghapus jejak sejarah asli desa, hingga memicu konflik internal karena perbedaan keyakinan.
Para antropolog menjelaskan bahwa fenomena penciptaan tempat keramat kerap muncul sebagai kebutuhan simbolik masyarakat. Namun menjadi masalah ketika diarahkan oleh kepentingan ekonomi atau manipulasi narasi spiritual.
Warga Minta Ketertiban Situs Religi: “Jangan Ada Lagi Makam Tanpa Sejarah”
Ilustrasi Bongkar Makam (Meta AI)
Pembongkaran makam misterius ini disambut lega oleh warga setempat. Mereka berharap kejadian serupa tidak terulang lagi, terutama di wilayah yang sensitif seperti kompleks pemakaman umum.
Masyarakat meminta pemerintah desa dan Forkopimcam untuk memperketat pengawasan terhadap pembangunan situs-situs religi baru. Hal ini penting agar tidak ada pihak yang memanfaatkan kepercayaan masyarakat untuk kepentingan pribadi, apalagi sampai menciptakan sejarah fiktif.
Sejumlah tokoh desa juga menilai bahwa edukasi sejarah lokal perlu diperkuat, agar warga tidak mudah percaya pada klaim spiritual tanpa dasar yang jelas.
Langkah Tegas Warga dan Pemerintah: Meluruskan Sejarah Lokal
Pembongkaran makam palsu di Desa Ngujungrejo menjadi momentum penting untuk menjaga integritas sejarah dan budaya lokal. Aksi gotong royong warga, disertai pengawasan Forkopimcam, menegaskan bahwa masyarakat tidak ingin terjebak dalam praktik yang tidak jelas asal-usulnya.
Selain mengakhiri kontroversi, langkah ini juga mencegah timbulnya kultus terhadap tokoh yang tidak memiliki rekam jejak sejarah. Warga diharapkan tetap menghormati tradisi leluhur secara proporsional dan berdasarkan fakta, bukan keyakinan yang lahir dari mimpi atau wangsit.
Tokoh desa berharap kejadian serupa tidak terulang. Mereka mengingatkan pentingnya verifikasi ketika menyangkut identitas sejarah atau situs religi. Pembongkaran makam ini menjadi pembelajaran kolektif agar masyarakat lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh klaim spiritual tanpa dasar jelas.