Geger Kalapas Enemawira Diduga Paksa Napi Makan Daging Anjing, Kini Dinonaktifkan
Kisruh terjadi di Lapas Kelas III Enemawira, Kecamatan Tabukan Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, setelah Kepala Lapas Chandra Sudarto diduga memaksa narapidana beragama Islam mengonsumsi daging anjing.
Peristiwa ini mencuat dari konflik internal yang terjadi di akhir November 2025 dan langsung memicu perhatian publik.
Dugaan tindakan yang dianggap menyinggung akidah warga binaan tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia serta kebebasan beragama.
Baca Juga: Brimob Polda Sumut Kawal Ketat Pemindahan 100 Narapidana Risiko Tinggi ke Nusakambangan
Akibat laporan tersebut, Kanwil Ditjenpas Sulawesi Utara segera turun tangan melakukan pemeriksaan pada 27 November 2025.
Kalapas Chandra Sudarto. [Istimewa]Hasil pemeriksaan awal membuat Chandra Sudarto dinonaktifkan sementara, yang kemudian disusul dengan surat perintah sidang etik sehari setelahnya.
Kasus ini mendapat sorotan tajam dari Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi PKB, Mafirion. Ia mendesak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk segera mencopot Kalapas Enemawira dan memprosesnya secara hukum.
Baca Juga: Melirik Kapal Pesiar Ramah Muslim Pertama di Dunia: Siap Arungi Lautan
“Tindakan memaksa warga binaan Muslim makan makanan yang jelas diharamkan dalam Islam adalah pelanggaran hukum dan HAM. Negara wajib melindungi hak beragama siapa pun, termasuk warga binaan,” tegas Mafirion di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Ia menambahkan bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran serius yang tidak bisa ditoleransi. Mafirion merujuk KUHP Pasal 156, 156a, 335, hingga 351 yang mengatur larangan diskriminasi dan penodaan agama, dengan ancaman pidana hingga lima tahun penjara.
Selain menabrak ketentuan KUHP, tindakan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin setiap orang bebas memeluk agama serta menjalankan keyakinannya tanpa paksaan.
“Ini bukan sekadar pelanggaran aturan, tetapi juga penghinaan terhadap martabat manusia. Meski mereka warga binaan, hak-hak dasar mereka tetap harus dihormati,” ujarnya.
Mafirion menilai tindakan semacam ini sangat berbahaya karena terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan, tempat yang seharusnya mengedepankan fungsi pembinaan, bukan penyalahgunaan wewenang. Ia meminta KemenIMIPAS segera mengambil langkah tegas agar kasus serupa tidak terulang.
Ilustrasi Tahanan Atau Napi. [Ist]“Lapas tidak boleh menjadi ruang bagi kesewenang-wenangan. Saya minta KemenIMIPAS segera bertindak,” katanya.
Ia juga mendorong aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus ini secara profesional untuk mencegah timbulnya keresahan sosial, mengingat isu diskriminasi agama sangat sensitif.
“Kita sudah jelas diatur oleh konstitusi: tidak boleh ada siapa pun yang dipaksa melanggar keyakinannya. Negara harus hadir melindungi,” pungkasnya.