Ilmuwan Klaim Dapat Pisahkan HIV dari Sel Manusia
Kesehatan

FTNews - Sekelompok ilmuwan menyebut telah berhasil mengeliminasi HIV dari sel yang terinfeksi. Mereka menggunakan teknologi pengedit gen, Crispr, dan memenangkan Penghargaan Nobel.
Melansir BBC, alat ini bekerja seperti gunting, namun dalam tingkat molekuler. Alat ini dapat memotong DNA, sehingga dapat menghilangkan atau mematikan bit buruk di dalamnya.
Harapannya, dapat menghilangkan virus dengan badan-badannya. Namun, mereka masih belum mengetahui lebih pasti dan membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan keefektivitasannya dan keamanannya.
Baca Juga: Deforestasi Berkurang di 2023, Namun Ancamannya Tetap Nyata
Saat ini, belum ada obat-obatan yang dapat mematikan virus tersebut. Hanya ada untuk memberhentikan virus itu bekerja.
Tim peneliti dari University of Amsterdam telah memaparkan sinopsis atau abstrak dari penemuan mereka ini dalam sebuah konferensi medis.Â
Mereka menegaskan bahwa penelitian ini masih berkonsep pembuktian. Untuk menuju sebagai obat dari HIV sendiri masih membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Baca Juga: Hati-hati! Para Pengguna Apple Vision Pro Dapat Derita Ini
Seorang profesor teknologi sel punca dan terapi gen dari University of Nottingham, dr. James Dixon, setuju dengan keputusan mereka. Ia mengatakan bahwa masih banyak penelitian dan pengawasan lebih lanjut yang mereka harus lakukan.
“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menunjukkan hasil dari uji sel ini dapat terjadi pada seluruh tubuh untuk terapi di masa depan,†ungkapnya.
“Ini masih akan membutuhkan pengembangan sebelum dapat memberi dampak bagi para pengidap HIV,†lanjut dr. Dixon.
Bukan Usaha yang Mudah
Ilustrasi cara kerja Crispr. Foto: Innovative Genomics
Ilmuwan lainnya juga telah mencoba untuk menggunakan Crispr untuk melawan HIV. Selain itu, Excision BioTherapeutic mengatakan tiga relawannya tidak mengalami efek samping setelah 48 minggu.
Namun, seorang ahli virus dari Francis Crick Institute, dr. Jonathan Stoye, mengatakan bahwa memungut HIV dari seluruh sel yang ada di manusia sangatlah sulit.
“Efek pengobatan yang tidak tepat sasaran, dengan kemungkinan efek samping jangka panjang, akan tetap menjadi perhatian,†jelasnya.
“Oleh karena itu, tampaknya masih butuh waktu bertahun-tahun sebelum terapi berbasis Crispr menjadi rutinitas. Bahkan dengan asumsi bahwa terapi ini terbukti efektif,†imbuh dr. Stoye.