Indonesia Diprediksi Berisiko Alami Krisis Ekonomi Jika Prabowo Tiru Jokowi
Ekonomi Bisnis

FT News – Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto diprediksi akan memiliki risiko membuat perekonomian Indonesia krisis jika menjalankan kebijakan terkait utang negara dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini diungkapkan oleh Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini. Ia mengkritik cara Jokowi dalam menambah utang negara dengan tidak melibatkan stakeholder terkait juga tanpa pengawasan dari DPR.
Didik J Rachbini memperkirakan utang negara peninggalan Jokowi bisa mencapai Rp10 ribu triliun.
Baca Juga: Menhub: Bandara Tebelian Dibangun Sejak 2011
“Tidak ada seorang lembaga DPR yang menjaga dengan check and balance pengambilan keputusan (utang) itu. Sehingga utang kita bisa sampai Rp10 ribu triliun,” ucap Didik J Rachbini dalam diskusi daring “Warisan Utang Jokowi dan Prospek Pemerintahan Prabowo, Selasa (17/9).
Didik J Rachbini, Ekonom Senior INDEF. (Foto: ISt)
Data dari Kementerian Keuangan per Juli 2024, utang pemerintahan telah mencapai Rp8.502,69 triliun saat ini. Oleh karena itu Indonesia harus membayar bunga sebesar Rp500 triliun per tahun.
Baca Juga: Prabowo Larang Kadernya Gembar-gembor 2 Periode: Please, Jangan Sebut seperti Itu
Menurutnya, dengan jumlah utang sebanyak itu artinya negara harus mengeluarkan dana besar setiap tahunnya hanya untuk membayar bunga. Dengan jumlah utang mencapai Rp8.500 triliun saat ini, maka Indonesia harus membayar bunga sebesar Rp500 triliun per tahun.
“Prabowo akan mewarisi utang itu. Dan kalau nanti dia menjalankan kebijakan yang sama dengan Jokowi, seperti yang dikatakan mendiang Faisal Basri, Insya Allah akan krisis, akan lebih dalam krisisnya,” jelasnya.
Didik J Rachbini menyebut, Jokowi otoriter dalam mengambil keputusan terkait utang. Padahal, utang negara itu akan berdampak pula kepada masyarakat. Pasalnya, demi membayar cicilan utang, pemerintah bisa jadi harus memangkas alokasi anggaran pada sejumlah sektor terkait kesejahteraan rakyat.
“Sepuluh tahun Pak Jokowi berkuasa, pura-pura lugu, pura-pura nggak ngerti apa-apa. Tapi setelah sepuluh tahun kelihatan, maka sebenarnya pemerintahan ini dijalankan secara otoriter oleh Raja Jawa,” tandas Didik.