Ini 10 Fakta Mengejutkan Seputar OTT Gubernur Riau, Publik Harus Tahu!
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuat publik terhenyak. Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Senin (3/11/2025) di Riau menyeret nama besar Gubernur Riau, Abdul Wahid.
Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap pejabat di Dinas PUPR Riau.
Baca Juga: KPK Cegah Dito Mahendra Bepergian ke Luar Negeri
Setelah menjalani pemeriksaan intensif di Gedung KPK Jakarta, Abdul Wahid akhirnya diumumkan sebagai tersangka bersama Kepala Dinas PUPR Riau, M. Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam.
Kasus ini pun langsung mencuri perhatian publik karena motif dan modusnya yang tak biasa.
10 Fakta Mengejutkan Seputar OTT Gubernur Riau
Baca Juga: KPK Telusuri Aset Eks Pejabat Pajak Angin Prayitno Tersangka Pencucian Uang
KPK menetapkan 3 tersangka dalam OTT di Riau, salah satunya Abdul Wahid sebagai Gubernur. [Instagram @youtubekpkri]
1. OTT dilakukan saat Gubernur hendak ke luar negeri
Abdul Wahid ditangkap KPK ketika tengah bersiap melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.
Ia disebut berencana mengunjungi tiga negara: Inggris, Brasil, dan Malaysia. KPK menduga, dana hasil pungli digunakan untuk membiayai perjalanan tersebut.
2. ‘Jatah Preman’ 5 persen dari proyek PUPR
Kasus bermula dari pertemuan pejabat Dinas PUPR pada Mei 2025. Awalnya, disepakati adanya “fee proyek” sebesar 2,5 persen, namun belakangan naik menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar.
Istilah “jatah preman” pun populer di kalangan pejabat dinas.
3. Bawahan terpaksa pinjam uang demi setoran
Beberapa kepala UPT rela meminjam uang ke bank bahkan menggadaikan sertifikat tanah demi memenuhi permintaan setoran.
Mereka takut dimutasi atau dicopot jika menolak.
4. Setoran dilakukan tiga kali dengan total Rp4,05 miliar
Penyerahan dana dilakukan bertahap: Rp1,6 miliar pada Juni, Rp1,2 miliar pada Agustus, dan Rp1,25 miliar pada November.
Dana tersebut dikumpulkan oleh bawahan dan disalurkan melalui perantara hingga ke tangan Abdul Wahid.
5. KPK sita uang dalam tiga mata uang berbeda
Dalam OTT, tim penyidik menyita uang tunai senilai Rp1,6 miliar dalam bentuk rupiah, dolar Amerika, dan poundsterling Inggris.
Hal ini memperkuat dugaan adanya rencana perjalanan luar negeri.
6. Rumah dinas di Jakarta Selatan ikut disegel
Penggeledahan di rumah Abdul Wahid di kawasan Jakarta Selatan menemukan uang asing senilai Rp800 juta.
Rumah tersebut kini disegel KPK sebagai bagian dari proses penyidikan.
7. Anggaran proyek jalan naik drastis
Di bawah kendali Dinas PUPR Riau, anggaran proyek jalan dan jembatan naik dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Kenaikan ini diduga berkaitan erat dengan praktik fee proyek yang mengalir ke pejabat tinggi.
8. Ancaman mutasi bagi yang menolak setor
KPK menyebut, pejabat yang tidak menuruti perintah setoran akan diancam mutasi atau pencopotan jabatan.
Sistem tekanan ini membuat para bawahan tidak berani melawan.
9. Ironi di tengah defisit anggaran Riau
Skandal ini makin disorot karena terjadi di tengah kondisi keuangan Riau yang defisit.
Dana publik yang seharusnya untuk pembangunan justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
10. Abdul Wahid bukan kali pertama tersandung kasus
Ini bukan pertama kalinya Abdul Wahid berurusan dengan hukum.
Sebelumnya, ia juga sempat terlibat kasus korupsi saat menjabat Bupati Rokan Hulu, yang membuat rekam jejaknya makin tercoreng.
Pungli Berkedok “Perjalanan Dinas”
Gubernur Riau, Abdul Wahid. [Instagram]
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, sebagian uang pungli itu rencananya digunakan untuk membiayai perjalanan ke luar negeri.
Ia menyebut, pengumpulan dana dilakukan oleh tenaga ahli sang gubernur.
“Uang tersebut untuk kepentingan pribadi, termasuk kegiatan ke luar negeri. Karena itu kami menemukan uang dalam beberapa mata uang,” ujarnya.
Publik pun menilai tindakan ini sebagai bentuk ironi.
Di tengah keterbatasan anggaran daerah, justru muncul praktik pungli berjamaah yang dilakukan oleh pemimpin daerah sendiri.