FTNews- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tawaran kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024. Yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam beleid PP 25/2024 itu, pemerintah memperbolehkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) diberikan kepada sejumlah ormas keagamaan.
Sejalan dengan itu, sejumlah ormas agama telah memberikan respons terhadap tawaran pengelolaan tambang tersebut. Ada yang menerima, masih mempertimbangkan, dan juga menolaknya.
Dua ormas yang menolak tawaran izin tambang ini adalah Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan juga Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
KWIÂ
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), yang merupakan wakil resmi agama Katolik di Indonesia, resmi menyatakan penolakan terhadap pengelolaan izin tambang.
Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut, menyebut, gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai prinsip berkelanjutan (sustainability).
“Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup,”ujar Marthen pada Rabu (5/6) lalu.
“Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,”sambungnya.
Marthen juga menyebut, bahwa KWI merupakan lembaga keagamaan yang fokus pada pewartaan dan pelayanan. Dengan peran-peran seperti, tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat) dan martyria (semangat kenabian).
Sehingga tujuan utamanya adalah mewujudkan tata kehidupan yang bermartabat.
“KWI memilih untuk tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan. KWI ingin mewujudkan tata kehidupan bersama yang bermartabat,”tandasnya.
Marthen menekankan bahwa Gereja Katolik tak mengenal istilah ormas keagamaan. KWI pun tak membawahi ormas keagamaan Katolik mana pun.
“Gereja Katolik sangat mengharapkan supaya ormas-ormas dengan nama Katolik untuk taat terhadap prinsip spiritualitas. Dan ajaran sosial Gereja Katolik dalam setiap tindakannya,” tutupnya.
Ia juga menegaskan, bahwa KWI selalu memegang prinsip kehati-hatian agar segala tindakan dan keputusan yang diambil tidak bertentangan.
Dengan prinsip-prinsip pelayanan Gereja Katolik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Keadilan solidaritas, subsidiaritas, kesejahteraan umum/kebaikan bersama, serta menjaga keutuhan ciptaan alam semesta.
HKBP
Sejalan dengan KWI, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) juga menolak tawaran izin pengelolaan lahan tambang.
Ephorus HKBP Robinson Butarbutar menyampaikan, bahwa HKBP tidak akan melibatkan diri sebagai gereja untuk bertambang.
“Kami dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai gereja untuk bertambang,” ujar Robinson dalam keterangannya, Sabtu (8/6).
Menurut Robinson, ada sejumlah alasan mengapa pihaknya menolak terlibat dalam penggunaan izin kelola tambang itu.
“Pertama, berdasarkan Konfesi tahun 1996, salah satu tugas HKBP yakni ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan yang telah dieksploitasi atas nama pembangunan,”paparnya.
Ia mengatakan eksploitasi yang terjadi sejak lama itu telah menyebabkan kerusakan lingkungan hingga menyebabkan pemanasan bumi yang tak terbendung dan harus diatasi.
Kemudian, lanjutnya, salah satu cara mengatasi masalah lingkungan itu adalah dengan pengembangan teknologi ramah lingkungan. Seperti, energi matahari, energi angin, dan lainnya.
“Kami sekaligus menyerukan agar di negeri kita pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang. Yang dalam pelaksanaannya tugasnya tidak tunduk pada undang-undang. Yang telah mengatur pertambangan yang ramah lingkungan,” pungkasnya.