Keracunan Massal Anak Sekolah di MBG Menarik Perhatian Media Luar Negeri
Program makan siang gratis yang digagas Presiden Prabowo Subianto, senilai miliaran dolar, kembali menjadi sorotan setelah lebih dari 1.000 anak sekolah jatuh sakit akibat keracunan makanan.
Insiden ini menambah daftar panjang kasus sebelumnya, menimbulkan kekhawatiran serius terkait keamanan pangan dan efektivitas pengawasan program berskala raksasa ini.
Kronologi Keracunan Massal di Cipongkor
Baca Juga: 'Bunda, Kita Enggak Mampu Ya?' Pertanyaan Anak Ini Bikin Orang Tua Al Izzah Menolak Program MBG
Menurut Yuyun Sarihotima, Kepala Puskesmas Cipongkor, jumlah korban dari Senin hingga Rabu mencapai 1.258 anak, menyusul 800 siswa di Jawa Barat dan Sulawesi Tengah pekan sebelumnya. Korban mengeluhkan sakit perut, pusing, mual, hingga sesak napas.
Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), menyatakan keracunan massal terbaru akibat “kesalahan teknis” dari Unit Layanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Cipongkor.
Akibatnya, operasional SPPG ditangguhkan, sementara Bupati Bandung Barat menyatakan insiden sebagai kejadian luar biasa untuk mempercepat penanganan.
Baca Juga: Biodata dan Agama Dadan Hindayana, Kepala BGN yang Bilang Jumlah Siswa Keracunan Masih Kecil
Makanan yang dicurigai menjadi penyebab kali ini meliputi ayam kecap, tahu goreng, sayuran, dan buah-buahan. Insiden sebelumnya terkait saus kedaluwarsa dan ikan hiu goreng, menunjukkan pola kelalaian berulang dalam persiapan menu.
Dampak Program dan Tekanan Publik
Ilustrasi MBG
Program makan siang ini merupakan salah satu janji kampanye Presiden Prabowo, ditujukan untuk memberi makan siang gratis kepada 80 juta anak sekolah dan menekan angka stunting.
Namun, kejadian berulang telah menimbulkan pertanyaan soal standar keamanan pangan dan pengawasan SPPG.
Beberapa pihak, termasuk NGO seperti Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menyerukan penangguhan sementara program hingga evaluasi menyeluruh.
Proposal agar dana langsung diberikan kepada orang tua ditolak oleh BGN, meski risiko keracunan anak tetap menjadi perhatian serius.
Sorotan Internasional dan Tantangan Implementasi
Ilustrasi MBG
Meski program makan siang gratis di negara lain terbukti meningkatkan kesehatan dan kinerja akademik, versi Indonesia senilai $28 miliar menjadi sorotan dunia.
Media internasional menyoroti masalah keamanan pangan, serta potensi ketidakefisienan dan korupsi dalam pengelolaan anggaran besar.
Maria Monica Wihardja dari ISEAS-Yusof Ishak Institute menilai meski program “berniat baik,” urgensi nasional untuk makan siang gratis belum terbukti. Survei tahun 2024 menunjukkan kurang dari 1% rumah tangga mengalami kelaparan minimal satu hari dalam setahun.
Biaya dan Potensi Risiko Korupsi
Indonesia telah mengalokasikan lebih dari $10 miliar untuk program ini pada 2025. Sebagai perbandingan, India menghabiskan $1,5 miliar untuk memberi makan 120 juta anak, sementara Brasil mengeluarkan biaya serupa untuk 40 juta siswa.
Analis BPK, Muhammad Rafi Bakri, mengingatkan bahwa program berskala besar di Indonesia sering dirundung risiko korupsi, mengingat besarnya anggaran dan banyaknya pihak yang terlibat dalam distribusi makanan.