Biodata dan Agama Dadan Hindayana, Kepala BGN yang Bilang Jumlah Siswa Keracunan Masih Kecil
Ekonomi Bisnis

Figur Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), kini berada di pusar perhatian seiring dengan permintaannya akan tambahan anggaran yang sangat besar untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Permintaan ini bukan hanya ujian bagi komitmen pemerintah, tetapi juga bagi kapabilitas Kepala BGN, yang diangkat oleh Presiden Joko Widodo, ini sebagai penanggung jawab program.
Selain itu, pernyataan Dadan mengenai jumlah siswa yang keracunan dampak dari MBG masih tergolong kecil juga menuai polemik.
Baca Juga: Sultan HB X Soroti Pola Masak Dini Hari dalam Kasus Keracunan MBG
Latar Belakang Dadan
Kepala BGN Dadan Hindayana (X @SekretariatNegara)
Latar belakang Dadan Hindayana patut menjadi bahan analisis awal. Lahir di Garut, Jawa Barat, pada 10 Juli 1967, perjalanan akademisnya dibangun dengan kokoh di bidang ilmu pertanian.
Baca Juga: Hasan Nasbi Tanggapi Mahasiswi ITB Pembuat Meme Prabowo-Jokowi Ditangkap Polisi, Usulkan Dibina
Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada jurusan Proteksi Tanaman (1986-1990), sebelum kemudian melanjutkan studi magister dan doktoralnya di Jerman.
Basis keilmuannya yang kuat di bidang pertanian dan entomologi menunjukkan ia adalah seorang akademisi murni, yang kini dihadapkan pada tantangan operasional berskala masif.
Karier profesional Dadan hampir seluruhnya dihabiskan di dunia akademik. Ia tercatat sebagai dosen aktif pascasarjana IPB pada Program Studi Entomologi, Departemen Proteksi Tanaman.
Selain itu, ia juga memimpin Sekolah Tinggi Pertanian dan Kewirausahaan (STPK) di Halmahera Barat. Reputasinya sebagai peneliti ditopang oleh banyaknya publikasi jurnal ilmiah yang telah ia hasilkan.
Pengalaman ini membentuknya sebagai seorang teknokrat, namun belum tentu mengasah kemampuannya dalam mengelola krisis publik yang membutuhkan sensitivitas tinggi.
Oleh karena itu, penunjukannya sebagai Kepala Badan Gizi Nasional untuk mengawal program andalan Prabowo menimbulkan pertanyaan sekaligus harapan.
Dari sudut pandang politik, penunjukan seorang akademisi dari luar bidang kesehatan gizi langsung dapat dilihat sebagai upaya untuk mendorong pendekatan yang lebih holistik, mengaitkan ketahanan pangan dengan gizi.
Namun, hal ini juga berisiko menimbulkan skeptisisme mengingat jarak antara keahliannya dengan tugas barunya, yang kini semakin nyata dengan munculnya ujian baru: kasus keracunan.
Tantangan terbesar Dadan tidak hanya soal anggaran, tetapi juga kualitas eksekusi. Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada Selasa (1/7/2025), ia menyampaikan bahwa anggaran awal sebesar Rp 71 triliun tidak cukup untuk menjangkau 82,9 juta target penerima manfaat.
Dengan nada percaya diri namun penuh pertimbangan, Dadan menyatakan, “Itu nanti kelihatannya Badan Gizi harus kembali ke Komisi IX untuk menjustifikasi tambahan Rp 50 triliun, karena kalau Rp 71 triliun saja tidak cukup,” ujar Dadan.
Pernyataan langsung ini menunjukkan keseriusan situasi dan kesiapan Dadan untuk berdebat di tingkat politik guna mewujudkan program tersebut.
Sejumlah Kasus Keracunan
Dinamika berubah drastis ketika program ini dihadapkan pada uji nyata: sejumlah kasus keracunan di beberapa daerah. Tekanan publik pun menguat, mendesak agar program dihentikan sementara untuk evaluasi.
Namun, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin, Dadan mengambil sikap tegas. Pada 22 September 2025, ia menolak desakan penghentian program.
Ia menegaskan pemerintah akan melakukan perbaikan tanpa mengabaikan target penerima manfaat, seraya mengakui adanya dilema antara mengejar target dan keterbatasan sumber daya manusia.
Menanggapi kekhawatiran publik, Dadan merespons dengan pendekatan yang sangat teknokratis dan kuantitatif. Ia mengakui keresahan yang terjadi, tetapi langsung menyodorkan data untuk memberikan perspektif.