KontraS Kecam Kekerasan Anak Tewas Diduga Dianiaya Anggota TNI di Medan
Hukum

FTNews - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) angkat bicara soal tewasnya anak berinisial MHS (15) yang diduga dianiaya anggota TNI. Peristiwa ini terjadi di wilayah Medan, Sumatera Utara pada Jumat, 24 Mei 2024 lalu.
Ibu korban, Lenny Damanik juga telah mendatangi Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, pada Jumat (2/8) untuk meminta keadilan atas peristiwa yang menimpa anaknya.
Menanggapi peristiwa tersebut, Divisi Hukum KontraS, Muhammad Yahya Ihyaroza mengtakan bahwa pihaknya mengecam dengan keras segala macam bentuk kekerasan ataupun penyiksaan terhadap masyarakat sipil yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun juga oleh aparat militer.
Baca Juga: Bahas Perlindungan Anak Ferdy Sambo, Kak Seto Temui Kabareskrim
“Tadi sudah dijelaskan panjang lebar oleh Bang Irfan, inipun sejalan dengan hasil temuan yang KontraS pantau, bahwa adanya kultur kekerasan di aparat militer itu masih jadi sebuah penyakit yang kronik,” kata Yahya, saat konferensi pers di YLBHI, Jumat (2/8).
Lebih lanjut Yahya menuturkan bahwa memang di dunia militer itu memang sebuah bentuk kedisiplinan atau bentuk penghukuman itu dilakukan dengan kekerasan. Namun sangat disayangkan bahwa penghukuman ini juga dibawa ke ranah sipil.
“Selain itu juga dari kronologi yang disampaikan, korban yang sebetulnya bukan massa tawuran justru mendapatkan tindak penyiksaan, yang kita duga ini dilakukan sebagai bentuk penghukuman,” ucapnya.
Baca Juga: Dekat dengan Nenek, Leya Anak Ferry Maryadi Sering Curhat Masalah Pribadi

Sementara itu KontraS memantau bahwa setidaknya ada dua faktor atau dua alasan utama penyebab tindak kekerasan atau penyiksaan itu terjadi. Motif yang pertama adalah untuk mendapatkan pengakuan dan yang kedua sebagai bentuk penghukuman.
“Apa yang terjadi kepada MHS itu kami duga adalah sebagai bentuk penghukuman. Kenapa, karena MHS di sini setelah mendapatkan tindak kekerasan itu dia tidak ada diproses apapun, ditinggal begitu saja oleh yang diduga aparat TNI,” tukasnya.
Kemudian KontraS melihat adanya ketidakseriusan atau adanya hal-hal yang coba ditutupi oleh militer maupun aparat penegak hukum (APH) dalam kasus ini. Hal ini diduga dilakukan sebagai perlindungan terhadap pelaku yang pada akhirnya kembali menciptakan rantai-rantau impunitas.
“Kepolisian dalam hal ini justru menolak laporan yg disampaikan Ibu Lenny. Bahwa kita sudah tau semua tindak pidana umum itu seharusnya diadili lewat peradilan umum, tidak lewat peradilan militer. Nah apa yg dilakukan oleh terduga pelaku dari TNI ini seharusnya pihak kepolisian tidak bisa menolak laporan ini terlepas apapun alasannya,“ tukasnya.
“Dan bahkan ketika sudah dilaporkan ke Denpom pun ternyata responnya tidak memuaskan. Dan bahkan yang seharusnya menjadi tugas mereka untuk mencari saksi, memeriksa saksi, justru dilimpahkan kepada ibu korban, yang dimana justru pihak pelapor lah yang harus kembali menghadirkan satu saksi untuk kasus ini dapat dinaikkan menjadi tahap penyidikan,” lanjutnya.