Manusia Jatuh Cinta dengan AI, Romantis atau Tragis?

FTNews – Sudah kodratnya, manusia terlahirkan sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Termasuk saat manusia membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari sosok lainnya. Namun, hal tersebut bukanlah hal yang untuk beberapa dari kita dapatkan. Sehingga, beberapa berusaha mendapatkan hal tersebut melalui sebuah teknologi yang canggih. Bahkan, sudah ada beberapa peristiwa di mana manusia jatuh cinta dengan artificial intelligence atau AI.

Mengutip dari Psychology Today, Aaron Ahuvia, seorang profesor yang mengajar perilaku atau psikologi konsumen, hal tersebut membuahkan tanda tanya besar. Bagaimana hubungan kita dengan chatbot atau android.

Banyak yang percaya bahwa tidak mungkin rasanya untuk menjalin hubungan romantis dengan AI. “Jika itu pandangan anda, jangan terlalu yakin. Anda bisa saja jatuh cinta dengan chatbot, terutama jika mereka berkembang terus dengan cepat,” ungkap Ahuvia.

Manusia dengan Kebutuhannya akan Hubungan

Ilustrasi chatting. Foto: Canva

Menurutnya, manusia jatuh cinta dengan AI bukan lah tidak mungkin. Ia mengatakan kita bisa menyukai sesuatu, meskipun otak kita mengatakan bahwa rasa cinta tersebut hanya untuk sesama manusia saja. Berdasarkan sudut pandang evolusi, hal tersebut masuk akal. Lebih masuk akal kita memiliki keterikatan emosional dengan anak-anak atau pasangan kita. Tetapi, tidak masuk akal jika memiliki keterikatan pada sebuah objek.

“Otak kita memiliki mekanisme penyortiran bawah sadar yang membedakan antara manusia dan benda. Dan terkadang, mekanisme penyortiran ini tertipu dan mengubah suatu benda menjadi ‘orang’. Sehingga, menimbulkan fenomena yang disebut antropomorfisme,” jelas profesor di University of Michigan-Dearborn.

Agar lebih mudah dicerna, jangan bayangkan manusia jatuh cinta dengan AI, namun lihat bagaimana interaksi manusia dengan hewan peliharaannya. Secara tidak sadar, kita suka mengajak berbicara hewan peliharaan, meskipun kita tahu mereka tidak paham artinya. 

BACA JUGA:   Komikus Jepang "Yu-Gi-Oh!" Ditemukan Tewas di Laut

Hal tersebut menunjukan bahwa otak kita mengklasifikasi hewan peliharaan tersebut sebagai “manusia” dan menyesuaikan perilaku kita.

Begitu pula dengan hal lainnya, seperti chatbot. Salah satu temuan penelitian yang sangat konsisten adalah bahwa hal-hal seperti chatbots menciptakan konflik pada orang yang berinteraksi dengannya. Karena pikiran kita sadar, mengetahui bahwa itu bukan manusia, namun alam bawah sadar mereka memperlakukannya seolah-olah itu adalah manusia.

Mungkin, sedikitnya jumlah manusia yang jatuh cinta dengan chatbot hanya sedikit karena teknologi ini masih belum terlalu canggih. Tetapi, ke depannya, teknologi ini akan terus berkembang. Tidak hanya memiliki pengetahuan faktual, namun juga pengetahuan tentang emosi manusia. Sehingga, mereka dapat merespon selayaknya kita berbicara dengan manusia asli.

Artikel Terkait