Mencengangkan! Ratusan Siswa SMP Buleleng tidak Lancar Baca Tulis, DPR Terperanjat, kok Bisa?
Daerah

Ratusan siswa SMP di Kabupaten Buleleng, Bali, dikabarkan belum mampu membaca dan menulis dengan benar. Temuan mencengangkan ini mendapat sorotan serius dari Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Tamanuri
Tamanuri yang melakukan kunjungan kerja BAM ke Provinsi Bali, menyebut, permasalahan ini sangat serius. Ia menyebut hal ini harus dievaluasi segera dan secara menyeluruh terkait kebijakan pendidikan dasar secara nasional, bukan hanya di Buleleng.
“Ya, tadinya justru kita terperanjat menerima informasi itu, Nah, pikir kita ya masa ada orang yang seperti itu di Buleleng? Rupanya setelah kita mendapat laporan dari Bupati bahwa (laporan) ini ada kelainan. Tapi yang penting adalah langkah-langkah untuk ke depan, bagaimana untuk mengatasi masalah anak-anak ini,” jelas Tamanuri, dilansir laman dpr.go.id
Baca Juga: Ternyata, APBN 2025 Menjadikan Pendidikan dan Kesehatan Sebagai Prioritas Utama
Gara-gara Pandemi Covid-19?
Tamanuri, Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI /Foto: TV Parlemen
Menurut Tamanuri, fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan kenaikan kelas otomatis yang diterapkan secara masif di berbagai sekolah saat pandemi Covid-19. Ia menilai praktik tersebut justru merugikan peserta didik karena tidak memberikan ruang evaluasi terhadap pencapaian kompetensi dasar.
Baca Juga: Antisipasi Pungli, PPDB Kota Bengkulu Diawasi secara Ketat
“Guru-gurunya merasa takut, merasa diancam segala macam. Sehingga mereka naik-naikan (kelas) aja, padahal dia (siswa) tidak menurut persyaratan. Oleh karena itu mereka naik-naikan aja, padahal sampai di SMP nggak bisa baca, nggak bisa tulis,” tegas legislator dari Fraksi Partai NasDem ini.
Tamanuri mendesak agar evaluasi menyeluruh dilakukan secara nasional, tidak hanya di Buleleng. Ia menilai persoalan serupa mungkin terjadi di daerah lain namun belum terdata. Ia pun menyarankan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Komisi X DPR RI segera merancang sistem skrining dini sejak pendidikan dasar, untuk memastikan anak-anak yang memiliki hambatan belajar dapat diintervensi sejak awal.
“Nah, jadi mudah-mudahan dari Komisi X, dalam rangka Raker dengan Menteri, mereka sudah bisa sampaikan hal-hal seperti itu. Sebetulnya, kejadian ini bukan kejadian hanya di Buleleng, tapi yang lain belum melaksanakan pendataan,” ungkapnya.
Sebagai informasi, data Asesmen Nasional 2023 yang dirilis oleh Kemendikbudristek mencatat bahwa sekitar 38,5 persen siswa SD belum mencapai kompetensi minimum dalam literasi membaca. Jumlah ini bahkan lebih sedikit dibandingkan siswa SMP yang mencapai 41 persen siswa belum memiliki kompetensi di atas minimum.
Respon Mendikdasmen
Sebenarnya kabar ratusan siswa di Buleleng belum lancar membaca telah mencuat beberapa waktu lalu. Dikutip dari Detik com, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti telah memberi responnya terkait permasalahan itu. Menurutnya, jumlah itu hanya lah segelintir dari puluhan ribu siswa SMP di Buleleng.
Data itu didapatnya dari komunikasi dengan Dinas Pendidikan di Buleleng. “Ada sekitar 400 dari sekian puluh ribu murid, jadi presentasenya itu 0,0011% dan banyak mereka yang mengalami masalah itu," kata Mu'ti.
Mu'ti mengatakan sebagian siswa tersebut tidak bisa membaca lantaran mengalami disleksia hingga berkebutuhan khusus. Selain itu, ada pula mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu.***