MUI: Menerima Duit 'Serangan Fajar' Hukumnya Haram!
Nasional

Menjelang Pilkada serentak besok, Rabu (27/11/2024) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap praktik politik uang, atau yang lebih populer disebut 'serangan fajar'.
Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. KH. Asrorun Niam Sholeh, memilih pemimpin harus berdasarkan kemampuan serta amanah dalam memegang jabatan. Idealnya, seorang pemimpin memiliki sifat jujur, dapat dipercaya, dan berkomitmen.
"Berdoalah kepada Allah SWT agar kita diberikan pemimpin yang shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah," ujar Prof. Niam dalam pernyataannya di situs mui.or.id.
Baca Juga: Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni Minta ASN Jaga Netralitas
Dengan kata lain, menurut Niam, memilih pemimpin tidak boleh karena menerima sogokan atau imbalan dalam bentuk apapun. Siapapun yang memberi atau menerima suap, termasuk dalam praktik serangan fajar, hukumnya adalah haram dalam Islam.
"Baik yang memberi maupun yang menerima suap, hidupnya tidak akan berkah," jelasnya.
MUI sendiri sudah menetapkan fatwa terkait hukum permintaan atau pemberian imbalan dalam proses pencalonan pejabat publik sejak Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada 2018.
Baca Juga: Rejeki Pilkada 2024! Sortir dan Lipat Surat Suara Jadi Pendapatan Tambahan Bagi Warga
Berikut poin-poin penting dalam fatwa MUI tersebut:
1. Meminta atau memberi imbalan untuk pencalonan pejabat publik hukumnya haram, karena tergolong suap (risywah).
2. Meminta imbalan kepada calon pejabat atau legislator untuk dukungan juga haram, karena itu tugas dan tanggung jawab yang melekat pada jabatan publik.
3. Memberikan imbalan untuk mendapat dukungan pencalonan juga haram.
4. Imbalan yang diberikan dalam praktik ini harus dirampas dan dimanfaatkan untuk kepentingan umum.