Panglima Iran Klaim Mossad Dalang Pembantaian Sydney
Di tengah duka dan kecaman global atas penembakan mematikan di Sydney, muncul tuduhan yang menghentak dari Tehran.
Seorang pejabat militer senior Iran justru menuding Badan Intelijen Israel (Mossad) sebagai dalang di balik tragedi yang menewaskan 15 orang dalam sebuah perayaan Hanukkah itu.
Baca Juga: Setelah 700.000 Tahun Lebih Tertidur, Gunung Berapi di Iran Tunjukkan Pergerakan Vulkanik
Tuduhan ini muncul di tengah ketegangan yang sudah memuncak antara Iran dan Israel, menyusul perang langsung berdurasi 12 hari antara kedua negara pada Juni 2025.
Konflik tersebut dimulai ketika Israel melancarkan serangan besar-besaran ke fasilitas nuklir dan militer Iran, yang kemudian dibalas dengan ratusan rudal balistik oleh Tehran.
Israel "Bunuh Warga Sendiri untuk Jadi Korban"
Baca Juga: Tragis di Gaza: Influencer Cilik Tewas Dibunuh Israel
Mayjen Abdolrahim Mousavi, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, menyampaikan tuduhan tak biasa ini dalam sebuah upacara militer.
Ia mengklaim Israel memiliki sejarah panjang menyerang warga Yahudi di luar negeri untuk menciptakan narasi sebagai "pihak yang tertindas".
"Untuk mencegah migrasi balik... mereka membunuh komunitas Yahudi dan keluarga mereka di negara lain untuk membuat mereka tampak seperti pihak yang tertindas," kata Mousavi.
Klaim ini langsung dibantah oleh pihak berwenang Australia. Investigasi menunjukkan serangan di Pantai Bondi, Sydney, pada 14 Desember 2025 itu terinspirasi oleh ideologi ISIS, bukan oleh negara asing.
Seruan Israel: "Datanglah ke Tanah Israel. Pulanglah."
Hanya berselang sehari dari tuduhan Iran, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar memberikan respons yang justru memperkeruh suasana.
Dalam perayaan Hanukkah, Saar secara terbuka mendesak warga Yahudi yang tinggal di negara-negara Barat, termasuk Australia, untuk pindah ke Israel.
"Hari ini, saya menyerukan kepada orang-orang Yahudi di Inggris, Prancis, Australia, Kanada, Belgia: Datanglah ke Tanah Israel. Pulanglah," seru Saar.
Seruan ini disampaikan dengan alasan melindungi komunitas Yahudi dari ancaman antisemitisme yang meningkat pasca-perang di Gaza.
Pemerintah Israel berulang kali mengecam pemerintah negara-negara Barat yang dianggap gagal menangani gelombang kebencian ini.
Ketegangan Regional: Dari Perang Kata ke Ancaman Nyata
Tuduhan dan seruan ini bukan terjadi dalam ruang hampa. Kedua negara baru saja keluar dari "Perang 12 Hari" pada Juni 2025, konflik langsung yang menyebabkan ribuan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur masif di kedua sisi.
Akar Konflik: Permusuhan berakar dari kekhawatiran Israel terhadap program nuklir Iran, yang dianggap sebagai ancaman eksistensial, serta dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hezbollah.
Eskalasi 2025: Perang pecah setelah Israel melancarkan Operation Rising Lion, menyerang fasilitas nuklir dan membunuh pejabat militer Iran. Iran membalas dengan Operation True Promise III, meluncurkan lebih dari 500 rudal balistik ke Israel.
Situasi Terkini: Meski gencatan senjata berlaku, ketegangan tetap tinggi.
Laporan intelijen terkini menyebut Iran sedang mempersiapkan dan memperlengkapi kembali sekutu regionalnya, seperti Houthi di Yaman dan Hezbollah di Lebanon, untuk menghadapi potensi konflik baru dengan Israel.
Retorika sebagai Senjata di Tengah Kebuntuan
Tuduhan liar Iran dan seruan "pulang" dari Israel mencerminkan dua hal:
Pertempuran Narasi: Kedua pihak berusaha menguasai opini global. Iran berupaya mendiskreditkan Israel dengan narasi konspirasi keji, sementara Israel menggunakan tragedi untuk memperkuat narasi "tanah air terakhir" bagi warga Yahudi.
Eskalasi Non-Konvensional: Ketika jalur militer terbuka berisiko terlalu besar pasca-Perang 12 Hari, perang kata-kata dan perang psikologis menjadi medan tempur alternatif untuk terus melemahkan lawan.
Dengan hubungan yang sudah sedemikian retak, setiap percikan, baik dari kata-kata provokatif maupun aksi militer kecil, berpotensi memicu siklus kekerasan baru di Timur Tengah yang dampaknya akan dirasakan jauh melampaui wilayah tersebut.
Sumber: The National