Pengendalian Inflasi Dorong Capaian Pertumbuhan Ekonomi 5,44 Persen
Nasional

Forumterkininews.id, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 sebesar 5,44 persen secara tahunan (year on year).
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengatakan, capaian tersebut tidak lepas dari kerja keras pemerintah dan otoritas moneter dalam mengendalikan inflasi. Di mana pada Juli 2022, inflasi tahunan mencapai 4,94 persen.
Edy menyampaikan, kebijakan pemerintah meningkatkan anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk menahan harga BBM, gas, dan listrik menjadikan inflasi bisa dikendalikan. Sehingga konsumsi masyarakat tumbuh cukup baik, yakni sebesar 5,51 persen. Kondisi ini, juga didukung tingginya pertumbuhan ekspor akibat kenaikan harga komoditi serta momentum puasa dan lebaran.
Baca Juga: Catat! Ini 5 Poin Penting Pemberlakuan Paspor 10 Tahun
“Elemen-elemen itu yang menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat baik di tengah inflasi di Triwulan dua 2022,†terang Edy, Sabtu (6/8).
Edy menegaskan, dengan capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44 persen, ancaman resesi sangat mungkin tidak terjadi di Indonesia. Meski demikian, Ia mewanti-wanti kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya ada dua penyebab yang menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Yakni, dari sisi moneter dan fiskal. Dari sisi moneter, jelas dia, meskipun sampai saat ini Bank Indonesia belum menaikkan suku bunga acuan, namun dilakukan peningkatan Giro Wajib Minimun (GWM).
Baca Juga: Jokowi Lantik Laksamana TNI Yudo Margono Sebagai Panglima TNI
“Implikasinya kredit dari perbankan tidak sebesar sebelumnya,†terang Edy.
Sisi Fiskal
Sementara itu dari sisi fiskal, kebijakan pemerintah menaikkan anggaran subsidi berpotensi menurunkan kesempatan Indonesia menggunakan windfall profit (keuntungan tak terduga) akibat kenaikan harga komoditi untuk keperluan produktif. “Apalagi mulai 2023, kita harus kembali ke defisit anggaran maksimal 3 persen. Artinya anggaran untuk belanja semakin ketat,†bebernya.
Edy juga mengungkapkan, pemerintah terus mewaspadai potensi kenaikan inflasi. Terutama jika harga minyak dunia tidak bisa kembali turun dan masih di atas 100 US Dolar per barrel. Sebab, dari sisi fiskal, pemberian subsidi energi semakin terbatas. Sehingga tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan penyesuaian harga.
Tantangan lainnya, sebut Edy, peningkatan suku bunga yang sudah dilakukan beberapa negara. Ia menilai, jika Indonesia tidak melakukan hal yang sama, risikonya terjadi aliran modal ke luar. Atau capital outflow yang bisa berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah.
“Sebaliknya, jika BI terpaksa menaikkan suku bunga acuan, maka penyaluran kredit akan terganggu. Dan pada gilirannya pertumbuhan sektor riil juga akan melambat. Sekali lagi, pemerintah, BI dan lembaga terkait lainnya tentu akan bekerja agar berbagai tantangan bisa kita hadapi dengan baik,†tutupnya.