Pesan untuk Indonesia, Padang Berhenti Kirim Rendang: Kota Simbol Solidaritas Itu Kini Sendiri Merana Akibat Bencana
Rendang selama bertahun-tahun dikenal sebagai simbol solidaritas masyarakat Minang dalam membantu korban bencana di seluruh Indonesia.
Setiap kali terjadi gempa, banjir besar, atau bencana kemanusiaan di daerah lain, warga Sumatera Barat, terutama Padang, nyaris tak pernah absen mengirim rendang sebagai bantuan darurat.
Rendang bukan hanya makanan bergizi dan tahan lama, tetapi juga lambang kepedulian orang Minang terhadap sesama.
Dari Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara, bantuan rendang dari masyarakat Padang selalu hadir sebagai bukti bahwa "dima bumi dipijak, di situ langik dijunjuang" (di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung).
Dapur Rendang untuk Bantuan Terhenti Akibat Bencana Lokal
Namun, kondisi tahun ini sangat berbeda. Padang sendiri kini berada dalam situasi darurat setelah banjir bandang, longsor, dan kerusakan infrastruktur melanda berbagai titik.
Kota yang selama ini dikenal sebagai “pengirim rendang” justru menjadi wilayah yang ikut merana dan membutuhkan bantuan.
Sebelum bencana besar melanda Sumatera Barat, komunitas dan perantau Minang selalu menjadi yang terdepan dalam aksi sosial.
Rendang dikirim dalam jumlah besar ke daerah terdampak untuk memastikan korban tetap mendapat asupan makanan bergizi.
Namun, bencana yang menimpa wilayah sendiri membuat aktivitas sosial itu terhenti.
Banyak dapur rumahan dan usaha kuliner yang sebelumnya sering memasak rendang untuk bantuan kini tak lagi bisa beroperasi karena kerusakan, kekurangan bahan, atau terputusnya jalur distribusi.
Padang, yang biasanya mengirim rendang ke luar, kini harus bergantung pada dapur umum dan bantuan logistik dari daerah lain.
Padang Kini Menanti Balasan Dari Seluruh Masyarakat Indonesia
Padang Membutuhkan Balasan Solidaritas
Bencana yang menghantam sejumlah wilayah Sumatera Barat menyebabkan ribuan warga mengungsi. Banyak yang kehilangan rumah, kehilangan akses makanan, dan harus mengandalkan bantuan darurat.
Jalur transportasi yang putus membuat pasokan beras, daging, dan bahan baku lain terhambat. Ini bukan hanya memukul sektor ekonomi, tetapi juga membuat dapur-dapur umum kewalahan dalam menyediakan makanan harian kepada pengungsi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Padang yang selalu membantu korban bencana kini butuh pertolongan besar dari luar.
Situasi ini menyadarkan bahwa solidaritas yang dulu diberikan Padang kepada daerah lain kini layak dibalas.
Warga Sumatera Barat membutuhkan bantuan bahan makanan, logistik dapur umum, tenaga relawan, obat-obatan, serta dukungan rekonstruksi dan pemulihan.
Rendang yang selama ini “terbang” ke berbagai daerah kini berhenti terbang. Bukan karena hilang kepedulian, tetapi karena daerah asalnya sendiri sedang kesulitan bertahan.
Kini saatnya masyarakat Indonesia menunjukkan kepedulian yang sama untuk Padang, kota yang selalu memberi tanpa berhitung.
