Kecelakaan Pesawat Jeju Air karena Tabrak Burung? Begini Pandangan Ahli Penerbangan
Nasional

Kecelakaan pesawat Jeju Air terjadi di Bandara Muan, Korea Selatan, Minggu (29/12/2024). Pesawat mengalami kecelakaan setelah gagal mendarat.
Tersiar kabar bahwa serangan burung mungkin menyebabkan masalah pada roda pendaratan. Namun, penyebab pasti kecelakaan masih dalam penyelidikan otoritas Korea Selatan.
Lantas, seperti apa para ahli penerbangan menanggapi jatuhnya pesawat Jeju Air yang dikabarkan karena tabrak burung.
Baca Juga: Temuan Baru Investigasi Kecelakaan Jeju Air, Ada DNA Bebek Dalam Mesin Pesawat
Profesor Lee Kwan-jung dari Departemen Aeronautika dan Astronautika di Universitas Nasional Seoul mengatakan kalau roda pesawat memiliki banyak peran yang membantu pesawat mendarat.
"Roda pendaratan menyerap guncangan dan memperlambat pesawat saat mendarat, dan juga berperan dalam kemudi (kontrol ara), yang secara signifikan berkontribusi terhadap keselamatan operasi pesawat. Ini adalah bagian yang penting," katanya dilansir dari media Korea Selatan, Chosun.
Jika roda pendaratan tidak keluar dengan benar, kata Lee Kwan-jung hal ini dapat menyebabkan kecelakaan serius, sehingga dalam banyak kasus, hal tersebut perlu diperbaiki secara menyeluruh.
Baca Juga: 14 Tahun Menikah, Hong Jin Kyung dan Suami Akhirnya Berpisah Secara Damai
Ia menyampaikan banyak faktor yang menyebabkan roda pendaratan mengalami kerusakan, tidak hanya faktor tunggal karena tertabrak kawanan burung.
"Kita perlu mempertimbangkan apakah hal ini disebabkan oleh cacat struktural pada pesawat itu sendiri, perawatan yang buruk, atau tabrakan fisik yang disebut serangan burung," ucap Lee Kwan-jung.
Profesor Lee juga mengatakan bahwa kecil kemungkinan pendaratan akan gagal hanya karena serangan burung.
"Semua tenaga pesawat dihasilkan oleh mesin, jadi jika mesin mati karena serangan burung, masalah utama bisa saja terjadi," ujarnya.
Sementara Ahn Oh-seong dari Korea Aerospace Research Institute juga mengatakan hal yang sama, bahwa tidak mungkin kecelakaan besar terjadi hanya karena satu cacat.
"Bahkan jika tekanan hidrolik tidak berfungsi karena beberapa tabrakan fisik, ada sistem yang mengaktifkan tekanan hidrolik dalam keadaan darurat," ungkapnya.
Ahn menyampaikan pompa hidrolik itu sendiri yang mengoperasikan roda pendaratan juga berlipat ganda , dan bahkan jika satu mesin mati, mesin lainnya akan tetap beroperasi.
“Daya disuplai, dan jika ini tidak memungkinkan, ada juga perangkat yang disebut akumulator.”
Dengan kata lain, tiga perangkat cadangan disiapkan di pesawat. Oleh karenanya, kasus kecelakaan pesawat Jeju Air merupakan kasus yang tidak biasa.
"Ini adalah kasus yang sangat aneh bahwa ketiga (perangkat cadangan) hal ini tidak berhasil, dan ini adalah kecelakaan yang tidak mungkin terjadi pada pesawat biasa," pungkasnya.