Profil Paulus Tannos, Buronan Korupsi e-KTP Segera Diekstradisi?
Hukum

Kementerian Hukum menyambut baik keputusan Pengadilan Singapura yang menolak pengajuan penangguhan penahanan Paulus Tannos alias Thian Po Thjin.
Paulus Tannos merupakan tersangka sekaligus buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
Paulus Tannos yang telah mengubah kewarganegaraan menjadi warga negara Afrika Selatan, ditangkap otoritas Singapura awal tahun ini.
Baca Juga: Biodata dan Agama Cheryl Darmadi, Anak Bos Sawit yang Masuk DPO Kejagung
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas berharap proses ekstradisi Paulus Tannos segera dilaksanakan, mengingat perjanjian terkait ini telah disepakati bersama kedua negara.
"Informasi yang kami dapatkan langsung dari otoritas resmi Singapura, yaitu AGC mudah-mudahan mempercepat proses pengadilan dan kita bisa segera melakukan ekstradisi atas nama PT (Paulus Tannos)," kata Supratman dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
"Kita patut bersyukur ini adalah langkah awal dari hubungan kedua negara. Terutama dalam penegakan hukum. Saya mengajak semua pihak saling mendukung dan tentu kita tidak bisa mengintervensi proses hukum di Singapura," tuturnya.
Baca Juga: Alasan KPK Red Notice Buronan Korupsi e-KTP Paulus Tannos Terlambat DiterbitkanÂÂ
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas. [Ist]Lantas siapakah Paulus Tannos? Berikut ulasannya dirangkum FTNews.co.id dari berbagai sumber.
Profil Paulus Tannos
Tersangka korupsi e-KTP, Paulus Tannos, masuk daftar DPO KPK. [Ist]Berdasarkan data dari KPK, Paulus Tannos alias Thian Po Thjin lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.
Ia merupakan Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra. Namanya kembali jadi sorotan usai KPK menerbitkan lima foto DPO kasus korupsi, 17 Desember 2024.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP tahun 2011-2013. Perusahaannya PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
"Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen," ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).
Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.
Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 16.000 lebih per keping.
"Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu," ungkap Fajri.
Kabur ke Luar Negeri
Ilustrasi e-KTP. [Ist]Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama PNRI Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.
Terakhir, Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri, sampai akhirnya ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPID) pada pertengahan Januari lalu.
Permintaan Esktradisi
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pernyataan pers bersama PM Singapura terkait sejumlah kesepakatan antara Indonesia dan Singapura pada 22 Januari 2022. Salah satunya Perjanjian Ekstradisi. [Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev]Pada 22 Februari 2025, pemerintah Indonesia secara resmi melakukan permintaan ekstradisi Paulus Tannos selaku tersangka korupsi proyek e-KTP.
Kasus Paulus Tannos merupakan proses ekstradisi pertama yang akan dilakukan oleh Indonesia dan Singapura.
Kedua negara telah melakukan penandatanganan Perjanjian Ekstradisi pada tahun 2022, yang dilanjutkan dengan ratifikasi pada tahun 2023.