Refleksi Hari Air: Curah Hujan Tinggi Tapi Hanya Jadi Banjir
Sosial Budaya

FTNews - Peringatan Hari Air Sedunia harus menjadi bahan refleksi agar kebijakan dan pengelolaan sumber daya air tepat. Termasuk pemerintah harus serius mengendalikan banjir. Karena ketika banjir, banyak cadangan air bersih yang semestinya bisa ditampung tetapi terbuang percuma.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengingatkan untuk serius mengatasi hal itu. Seperti banjir yang terjadi Semarang, Demak, Kudus, Rembang, Jepara, Pati termasuk Jakarta.
"Jadi tidak tepat kalau kita mengalami kekurangan air bersih atau kekeringan. Karena curah hujan di Indonesia relatif tinggi sehingga sebenarnya banyak air yang tersedia yang bisa ditampung atau ditabung untuk memenuhi kebutuhan air baku dan irigasi pertanian," katanya di Jakarta, Jumat (22/3).
Baca Juga: Rabu Besok, DPR Gelar Rapat Panja Bahas RUU DKJ
Nirwono pun mengingatkan empat hal yang perlu pemerintah fokuskan. Pertama, regenerasi atau benahi badan sungai dari hulu ke hilir. Termasuk konservasi sumber-sumber mata air sehingga air sungai tidak meluap atau membanjiri permukimam. Bahkan bisa menjadi sumber air baku yang layak pakai.
Kedua, revitalisasi atau meremajakan situ, danau, embung, waduk dan membangun danau dan bendungan baru (jika perlu). "Hal ini untuk meningkatkan kapasitas daya tampung air hujan dan air sungai sebagai sumber air baku," imbuhnya.
Ketiga, restorasi kawasan pesisir pantai dan reforestasi hutan mangrove yang mampu menyaring air dan menyimpan air baku.
Baca Juga: Menkeu: Surat PPATK Telah Ditindaklanjuti, 964 Pegawai Diduga Lakukan TPPU
Keempat, akselerasi pembangunan jaringan perpipaan air minum ke seluruh wilayah kota sehingga dapat mengerem atau mengurangi penggunaan air tanah secara berlebihan. Sekaligus pula menghentikan penurunan muka tanah.
"Kestabilan ketersediaan air bersih akan membawa kedamaian untuk semua," tandasnya.
Banjir menggenangi alun-alun Demak, Jawa Tengah. Foto: RRI
Air untuk Perdamaian
Hari ini, 22 Maret menjadi peringatan Hari Air Sedunia ke-32. UN Water Perserikatan Bangsa-Bangsa mengambil tema Air untuk Perdamaian.
Sementara itu, Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral menyatakan, bahwa 80 persen air tanah di wilayah cekungan air tanah (CAT) Jakarta tidak memenuhi standar Menteri Kesehatan No 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Jakarta bagian utara merupakan wilayah terparah di mana secara umum CAT air tanahnya mengandung unsur Fe (besi) dengan kadar yang tinggi serta kandungan Na (Natrium), Cl (Klorida), TDS (Total Disolve Solid) dan DHL (Daya Hantar Listrik) yang tinggi akibat adanya pengaruh dari intrusi air asin.
Selain krisis air bersih, Jakarta juga menghadapi problem penurunan muka tanah yang terjadi rata-rata 0-18,2 cm per tahun.