Revisi UU Pemilu dan Pilkada, Ketua KPU: Yang Ideal Jeda Waktu 1,5-2 Tahun
Nasional

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menegaskan, rencana revisi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada harus didasarkan pada refleksi menyeluruh terhadap pengalaman pemilu di Indonesia sejak 1955.
Afifuddin menyatakan, beragam sistem dan desain kepemiluan yang telah dilalui selama ini dapat menjadi pijakan penting dalam memperbaiki regulasi kepemiluan ke depan.
"Berangkat dari pengalaman melaksanakan pemilu dengan aneka ragam sistem dan desain, kita punya banyak hal yang bisa jadi pelajaran untuk memperbaiki Pemilu dan Pilkada ke depan," kata Afifuddin melalui keterangan resmi, dilansir InfoPublik.
Baca Juga: DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada, Ada Kemungkinan Rakyat Digocek?
Afifuddin mengatakan, bahwa refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.
Ketua KPU RI ini lantas mencontohkan salah satu hal krusial yang perlu menjadi pertimbangkan dalam revisi adalah jeda waktu antara pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.
Pengalaman pada tahun 2024, kata dia, menunjukkan betapa beratnya beban penyelenggara ketika tahapan Pemilu dan Pilkada berhimpitan. "Idealnya ada jeda 1,5 tahun sampai 2 tahun supaya kami bisa fokus menjalankan setiap tahapan," ujarnya.
Baca Juga: Hacker Indonesia Ikut Aksi Tolak Revisi UU Pilkada, Sejumlah Website Pemerintahan Dihack
Selain itu, Afifuddin menekankan perlunya pembahasan mengenai desain kelembagaan penyelenggara, sistem Pemilu, hingga metode pemilihan.
Ia juga menyinggung potensi pemanfaatan teknologi dalam pemilu. Namun, hal tersebut memerlukan persiapan jangka panjang dan dasar hukum yang kuat.
"Kalau ada usulan digitalisasi, harus ada kepastian hukumnya supaya KPU tidak terombang-ambing," kata Afifuddin.***