Sekilas Tentang Pelican Crossing di Stasiun Cikini, Ternyata Ini Fungsinya
Daerah

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) baru saja menyediakan fasilitas pelican crossing.
Pelican crossing tersebut berada di Stasiun Cikini. Tujuannya pun untuk memudahkan pengguna KRL Commuter Line.
Baca Juga: KPAI Minta Disdik DKI Buat SOP Kepulangan Siswa
Pelican crossing doperasikan sebagai bagian dari upaya agar pengguna KRL merasa aman dan nyaman untuk menyeberang menuju pintu masuk stasiun tanpa harus memutar jauh atau melompati pagar.
"Hal ini dilakukan untuk memudahkan mobilitas para pengguna commuter line saat menyeberang dan memasuki area stasiun secara lebih aman," ujar Kepala Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Setda Provinsi DKI Jakarta, Iwan Kurniawan dikutip laman resmi Pemprov DKI pada Selasa, (16/9/2025).
Hilangkan Kebiasaan Nekat Melompat Pagar
Baca Juga: Soal Rencana Jalan Berbayar, Anggota DPRD DKI Jelas Menolak
Ilustrasi warga nekat lompat pagar sebelum adanya Pelican Crossing di Stasiun Cikini. [Instagram]
Pagar akses masuk Stasiun Cikini kerap dilompati. KAI bahkan sempat meningkatkan tinggi pagar di jalur pedestrian yang ada di depan Stasiun Cikini tersebut.
Pagar tersebut ditinggikan hampir dua meter dan dipasangkan sepanjang sekitar 10 meter.
Sementara, di sisi utara dan selatan menggunakan pagar lama setinggi satu meter.
Oleh karena itu, agar kebiasaan pengguna KRL Commuter Line yang nekat melompati pagar hilang, Pemprov DKI bersama KAI menghadirkan fasilitas pelican crossing.
Iwan mengatakan pelican crossing akan beroperasi menyesuaikan jadwal layanan KRL, yaitu pukul 05.00 hingga 00.00 WIB setiap hari.
Dengan hadirnya fasilitas ini, masyarakat diharapkan tidak lagi memanjat atau melompati pagar sembarangan.
Selain pelican crossing, Pemprov DKI juga menyiapkan pembangunan jembatan penyeberangan orang JPO) dari lantai 2 Stasiun Cikini dalam dua tahun mendatang.
Pemprov DKI akan terus berkoordinasi dengan PT KAI terkait pengelolaan kawasan tersebut.
"Sehingga dengan demikian kami berkoordinasi dengan KAI bersama-sama kalau memang ada problem itu mohon kami segera diinformasikan untuk ditindaklanjuti,” kata Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.
Pramono juga melarang ojek online (ojol), taksi, maupun kendaraan pribadi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang di sekitar pelican crossing Stasiun Cikini, Jakarta Pusat.
Menurutnya, ojol dan taksi yang menaikkan atau menurunkan penumpang bisa menyebabkan kemacetan.
“Yang paling utama jangan sampai kemudian dibebaskan orang turun naik dari sini, enggak boleh. Tidak boleh ada taksi, ojol, atau apapun berhenti di pelican crossing," kata Pramono.
"Kalau itu ada, pasti kemacetan akan terjadi,” sambungnya.
Apa Itu Pelican Crossing?
Fasilitas Pelican Crossing di Stasiun Cikini. [Instagram]
Pelican crossing merupakan jalur penyeberangan jalan yang dilengkapi lampu lalu lintas khusus pejalan kaki.
Nama "pelican" berasal dari singkatan "PEdestrian LIght CONtrolled".
Dikutip dari Financial Times, pelican crossing pertama kali diterapkan di Inggris pada 1969.
Kini, fasilitas tersebut sudah digunakan di berbagai negara.
Mekanisme penggunaan pelican crossing, yakni di mana pejalan kaki cukup menekan tombol pada tiang sinyal.
Lampu kendaraan kemudian akan berubah menjadi merah untuk memberi waktu aman menyeberang.
Adanya lampu khusus ini membuat arus kendaraan dan pejalan kaki dapat diatur lebih tertib serta mengurus potensi kecelakaan.
Beda Pelican crossing dan Zebra Cross
Lampu sinyal Pelican Crossing yang dipakai untuk memudahkan penyeberang. [Instagram]
Meski sama-sama berfungsi sebagai jalur penyeberangan, pelican crossing berbeda dengan zebra cross.
Menurut Save Driving for Life, zebra cross hanya berupa marka garis putih di jalan tanpa kontrol lampu lalu lintas sehingga keberhasilannya sangat bergantung pada kesadaran pengendara untuk berhenti.
Pelican crossing dilengkapi tombol dan lampu sinyal yang akan menyala setelah ditekan oleh pejalan kaki.
Saat lampu hijau pejalan menyala, kendaraan wajib berhenti hingga waktu yang ditentukan.
Durasi menyeberang bervariasi, mulai dari 7 hingga 40 detik, tergantung kondisi jalan dan volume penyeberang.
Fasilitas ini umumnya dipasang di lokasi dengan arus lalu lintas padat atau jumlah penyeberang tinggi.
Namun, efektivitasnya tetap dipengaruhi kedispilinan pengguna jalan.
Tak jarang masih ada pengendara yang menerobos meski lampu sudah merah, sehingga kesadaran bersama tetap menjadi faktor penting.