Tak Ada Sukacita Natal di Palestina, Perayaan Kembali Dibatasi hanya Boleh Ritual Keagamaan

Sosial Budaya

Jumat, 20 Desember 2024 | 06:01 WIB
Tak Ada Sukacita Natal di Palestina, Perayaan Kembali Dibatasi hanya Boleh Ritual Keagamaan
Situasi Natal di Palestina saat masa damai/Foto: tangkap layar kanal YouTube Voice of America

Umat Kristen di Palestina, Gaza khususnya, kembali tidak bisa merayakan Natal seperti sebelum perang. Tahun lalu pun ketika perang tengah memanas, umat Kristen pun tak bisa sepenuhnya membuat perayaan Natal.

rb-1

Tahun ini pun hal itu kembali terjadi. Umat Kristen merayakan Natal dalam situasi berkabung. Natal yang seharusnya dirayakan sukacita tak terjadi di Palestina. Lantaran pembantaian oleh Israel tak henti. Kini pun perayaan Natal 2024 di Palestina hanya sebatas ritual keagamaan karena genosida yang sedang berlangsung di Gaza, yang dilancarkan Israel pada 7 Oktober 2023.

Dikutip dari Palestine Chronicle, Kepala Komite Presiden Tinggi untuk Urusan Gereja, Dr. Ramzi Khouri mengatakan, perayaan Natal di Palestina akan dibatasi pada ritual keagamaan karena perang genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza.

Baca Juga: Israel Makin Sadis! Kamp Pengungsian Jadi Sasaran, Lebih 300 Warga Gaza Tewas dalam 48 Jam Terakhir

rb-3

“Perayaan Natal di seluruh Tanah Suci hanya akan mencakup ritual keagamaan, seperti yang terjadi tahun lalu,” kata Khouri dalam sebuah pernyataan.

Umat Kristen Palestina merayakan Natal di Gereja Biara Latin di Kota Gaza. (Foto: Mahmoud Ajjour, The Palestine Chronicle)

Kepala komite urusan gereja menekankan pentingnya persatuan warga Palestina “di tengah penderitaan dan rasa sakit yang luar biasa yang disebabkan oleh genosida yang sedang berlangsung di Gaza” untuk menegaskan kembali “perjuangan dan takdir bersama rakyat Palestina.”

Khouri menyoroti dalam pernyataannya “kekejaman parah yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel, yang agresi militernya telah berlangsung selama lebih dari setahun,” di Jalur Gaza yang terkepung.

Baca Juga: Israel Semakin Menggila! Mobilisasi Puluhan Ribu Tentara Cadangan untuk Perluasan Perang di Gaza

Ia mencatat bahwa hal ini sejalan dengan meningkatnya kebijakan "pemerintah sayap kanan ekstremis Israel" di Tepi Barat dan Yerusalem yang diduduki, yang bertujuan menggusur warga Palestina.

Khouri mendesak masyarakat internasional untuk menekan Israel "agar mengambil tindakan segera dan tegas untuk mengakhiri genosida terhadap rakyat Palestina" di Gaza.

Pejabat Palestina tersebut menekankan perlunya "solusi yang adil dan langgeng yang menjamin keamanan, stabilitas, dan realisasi penuh hak-hak sah rakyat Palestina, sebagaimana ditetapkan dalam hukum dan perjanjian internasional."

Khouri juga meminta gereja-gereja di seluruh dunia, untuk mendedikasikan "Natal ini untuk doa dan permohonan agar perang berakhir dan terciptanya perdamaian abadi" dan untuk mengenang dalam doa Natal mereka "anak-anak, perempuan, dan keluarga Palestina yang telah terbunuh, terluka, mengungsi, atau masih hilang."

Ia menyoroti penderitaan luar biasa yang disebabkan oleh "mesin pembunuh Israel", yang "telah merampas sukacita rakyat Palestina dalam merayakan kelahiran Yesus Kristus, Sang Raja Damai."

Khouri mengakhiri pernyataannya dengan mengungkapkan harapan akan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Palestina di mana mereka “dapat menikmati kebebasan, keadilan” seperti semua orang lain di dunia, dan “pembentukan negara Palestina yang merdeka.”

‘Ini adalah Pemusnahan!’

Pohon Natal menjulang di masa sebelum perang/Fto: tangkap layar kanal YouTube VOA News

Perayaan Natal tahun lalu juga terbatas pada ritual keagamaan karena genosida yang sedang berlangsung di Gaza, yang dilancarkan Israel pada 7 Oktober 2023.

Saat menyampaikan pesan Natalnya kepada jemaat di Gereja Lutheran Injili di Betlehem pada 23 Desember tahun lalu, Pendeta Munther Isaac mengatakan apa yang seharusnya menjadi saat sukacita, malah menjadi saat “berkabung, kami takut.”

“Gaza, seperti yang kita ketahui, tidak ada lagi,” katanya. “Ini adalah pemusnahan. Ini adalah genosida.”

Dia berkata: “Kami tersiksa oleh keheningan dunia,” menambahkan bahwa “para pemimpin yang disebut bebas berbaris satu demi satu untuk memberikan lampu hijau bagi genosida ini terhadap populasi tawanan.”

Mereka tidak hanya memastikan untuk membayar tagihan di muka, mereka (juga) menutupi kebenaran dan konteks dengan memberikan kedok politik,” imbuhnya. “Kedok teologis”, katanya, diberikan dengan “gereja Barat” yang menjadi pusat perhatian.

Gereja Barat melakukannya, jelasnya, dengan menyalahgunakan konsep teologis dan teks Alkitab untuk tujuan politiknya sendiri. “Di sini, di Palestina, Alkitab dijadikan senjata untuk melawan kita, teks suci kita sendiri.” ***

Tag Perang Israel Vs Hamas Natal di Palestina 2024

Terkini