Tingginya Maleware di Indonesia Karena Pemakaian Software Bajakan
Nasional

Forumterkininews.id, Jakarta - Kemajuan pesat di bidang teknologi informasi mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Mulai dari interaksi sosial, belanja, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Kondisi ini kian memperluas permukaan ancaman siber sehingga pengguna harus selalu waspada.
Data Badan Siber dan Sandi Negara menyebutkan sejak Januari hingga medio Oktober 2022, anomali trafik atau serangan siber yang masuk ke Indonesia mencapai 891,56 juta kali. Serangan ini didominasi oleh serangan infeksi malware, lalu diikuti kebocoran data.
“Banyaknya infeksi malware di Indonesia disebabkan oleh penggunaan aplikasi dan layanan bajakan yang telah terinfeksi oleh malware,†kata Dr Sulistyo, pemerhati keamanan siber.
Baca Juga: KSPI: Wacana Penundaan Pemilu 2024 Upaya Kudeta Kontitusi
Infeksi malware tersebut menurutnya dapat menyebabkan pencurian data pribadi sehingga berpotensi membahayakan masyarakat.
Sulistyo menyampaikan hal itu dalam webinar CyberCorner bertajuk “Permukaan Serangan Siber Semakin Luas, Bagaimana Antisipasi?â€Â
Pastikan untuk selalu mengunduh layanan dari sumber resmi serta membaca syarat dan ketentuan sebelum menggunakannya.
Baca Juga: Temui Pendemo, Dasco Terima Aspirasi Soal Tuntutan Revisi UU Desa
“Jangan malas membaca syarat dan ketentuannya karena secara tidak langsung kita menyetujui untuk memberikan data kita secara secara sukarela,†tutur Sulistyo.
AVP Information Security BNI Bobby Pratama juga menyinggung pentingnya perangkat dan perangkat lunak resmi. BNI menerapkan aturan bahwa layanan seperti m-banking tidak akan bisa berjalan pada perangkat seluler (ponsel) yang telah di-jailbreak.
Sebab, ponsel yang telah dirusak dari versi pabrikan rentan terhadap serangan siber. Seperti infeksi malware dan pencurian data pribadi. Oleh karenanya, ia menyarankan agar nasabah lebih baik menginstal dari sumber-sumber resmi seperti Google Play Store atau App Store.
Tiga Pilar Pencegahan Serangan Siber
Sebagai industri perbankan yang banyak ditarget dalam serangan siber, BNI menyadari keamanan sistem informasinya sangat utama.
Oleh karenanya, kata dia, secara umum BNI telah menerapkan tiga pilar untuk mencegah terjadinya kejahatan siber. Ketiganya yaitu orang, proses, dan teknologi.
BNI selalu rutin melakukan pelatihan di lingkup karyawan, melakukan simulasi penanganan dan monitoringan ancaman, forensik digital, pengamanan jaringan dan aplikasi hingga ujian keamanan informasi.
“Hal ini tentu membawa dampak risiko baik untuk masyarakat, nasabah pada umumnya maupun dunia perbankan juga. Karena BNI adalah milik negara, jadi kami berupaya melindungi BNI sebagai aset negara, termasuk kami juga melindungi masyarakat yang menjadi customer kami,†tuturnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah APJII DKI Jakarta, Tedi Supardi Muslih, menyinggung tata kelola internet di Indonesia. Salah satu poin penting yang didorong ialah agar Indonesia bisa segera memiliki protokol internet sendiri.
Menurutnya, dengan memiliki protokol internet sendiri, Indonesia tidak akan berada di bawah pengaruh negara lain. Selain itu, Indonesia bisa meningkatkan keamanan sibernya dan mencegah serangan siber dari peretas, khususnya yang disponsori oleh suatu negara.
“Saat ini, kita masih berada di ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers) sehingga masih bisa di intervensi oleh negara lain, ini bisa jadi pertimbangan untuk kita punya prokotol sendiri,†kata Tedi.