Tokoh GP Ansor Jawa Timur Disorot, Diduga Dugem dan Konsumsi Miras

Syukron Fahmi Chusaini, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Fahmi, tengah menjadi sorotan publik usai namanya viral di media sosial platform X (Twitter). Gus Fahmi merupakan tokoh muda dari GP Ansor Jawa Timur, dan dikenal aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, termasuk Banser (Barisan Ansor Serbaguna).

Ia juga merupakan putra dari KH. Husein Ilyas, seorang ulama ternama asal Mojokerto. Nama baik Gus Fahmi sebagai figur muda keagamaan kini menjadi perbincangan hangat setelah sebuah akun bernama @virallinae mengunggah video yang memperlihatkan dirinya tengah berada di tempat hiburan malam dan diduga sedang mengonsumsi minuman keras.

Dalam unggahan yang diposting pada tanggal 22 Juni, akun tersebut menulis:

"Gus Fahmi, tokoh GP Ansor Jawa Timur diduga memiliki hobi dugem dan menenggak miras. Padahal dia sendiri adalah putra dari kyai terkenal di Mojokerto. Gak apa-apa ya, kan sama-sama manusia?"

Unggahan ini sontak memicu reaksi luas dari warganet, termasuk dari kalangan tokoh keagamaan dan pemerhati masyarakat.

Dikecam Pemerhati Agama: "Bertolak Belakang dengan Marwah Keulamaan"

Terkait viralnya video tersebut, Maman Abdurrahman, seorang pemerhati isu-isu keagamaan, menyampaikan keprihatinannya. Ia menganggap bahwa perilaku yang ditunjukkan Gus Fahmi jika benar adanya sangat tidak mencerminkan akhlak dan kehormatan seorang tokoh agama.

"Kenapa seorang Gus seperti Fahmi malah melakukan perbuatan yang menyimpang dari marwah keulamaan?" ucap Maman, dikutip dari serayunusantara.com.

Ia menambahkan bahwa jika benar Gus Fahmi melakukan tindakan dugem dan minum miras, maka hal ini sangat disayangkan, karena bisa menimbulkan citra buruk terhadap organisasi keagamaan yang menaunginya, termasuk NU (Nahdlatul Ulama).

Gus Fahmi (Instagram)

“Jika benar ini terjadi, astaghfirullah, siap-siap nama besar NU akan tercoreng,” tegasnya.

Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Gus Fahmi atau GP Ansor terkait kebenaran video tersebut. Namun, polemik ini memicu diskusi publik tentang tanggung jawab moral tokoh agama, terutama di era media sosial yang cepat menyebarkan informasi.