Ukraina Siap Gencatan Senjata dengan Rusia, AS Kembali Beri Bantuan Militer dan Informasi Intelijen pada Ukraina
Nasional

Ukraina siap menerima rencana AS untuk gencatan senjata 30 hari dengan Rusia, menyusul pembicaraan Tingkat tinggi di Arab Saudi yang juga dihadiri Menteri Luar Negeri AS Rubio. Namun sejauh ini belum ada respon dari Rusia terkait gencatan senjata. Kremlin mengatakan Rusia sedang menunggu pengarahan dari AS tentang usulan yang menyerukan penghentian semua pertempuran di darat, laut, dan udara.
Namun kabar baiknya, seusai Ukraina menyepakati gencatan senjata, Amerika memutuskan melanjutkan bantuan militer dan pembagian informasi intelijen. Dua hal penting ini sebelumnya sempat diputus AS lantaran perseteruan Presiden Zelenskyy dan Presiden Trump, saat Zelenskyy berkunjung ke Ruang Oval, dan berujung diusir Trump.
Zelenskyy yang terdesak—memang tidak ada pilihan—berupaya memperbaiki hubungan dengan AS.
Baca Juga: Heboh Pria Eks Marinir Gabung Tentara Rusia Perang di Ukraina, Begini Kata TNI AL
Sebagaimana diketahui, perang kedua negara Rusia-Ukraina masih terus berlangsung di tengah upaya perdamaian kedua negara. Amerika memainkan peranan penting dalam upaya mendorong perdamaian, selain negara-negara di Eropa. Pertemuan tertutup AS-Ukraina dilakukan di Jeddah, Saudi Arabia, baru-baru ini, selain membicarakan gencatan senjata juga pengelolaan mineral yang ada di wilayah Ukraina.
Diduga, AS Diam-diam Beri Bantuan Informasi Intelijen pada Ukraina
Di sisi lain, Rusia terus menyerang Ukraina yang membalasnya dengan serangan pesawat nirawak Ukraina di wilaya Moskow, Rusia, menyebabkan seorang tewas. Tentara Ukraina juga menembaki daerah permukiman kota Oleshky di wilayah Kherson Ukraina yang diduduki Rusia, menurut kantor berita TASS.
Baca Juga: Presiden Ukraina Zelenskyy ‘Menyerah’ Setuju Beri AS Sebagian Pendapatan Mineralnya
Laporan tersebut mengutip Vladimir Vasilenko, juru bicara gubernur sementara yang ditunjuk Rusia untuk wilayah Kherson, yang mengatakan bahwa korban adalah "seorang pria kelahiran 1989" yang dirawat karena cedera akibat ledakan ranjau, luka akibat pecahan peluru, dan gegar otak di sebuah rumah sakit di kota tersebut.
Serangan pesawat nirawak besar Ukraina di seluruh Rusia, termasuk di wilayah Moskow, menunjukkan bahwa Kyiv masih dapat menyerang target meskipun AS telah menangguhkan pembagian informasi intelijen.
"Amerika berperan penting dalam menyalurkan informasi ke Ukraina tentang apa yang terjadi di lapangan, seperti konsentrasi pasukan atau target sementara lainnya," kata editor pertahanan Al Jazeera Alex Gatopoulos.
"Serangan ini berarti bahwa AS secara diam-diam mulai memberi Ukraina informasi lagi, atau Ukraina menunjukkan bahwa mereka masih dapat menyerang target tetap seperti kota, lapangan terbang, atau kilang minyak." Rusia menuduh Ukraina menyerang warga sipil di Kursk
Alexander Khinshtein, penjabat gubernur wilayah Kursk Rusia, mengatakan pasukan Ukraina menggunakan pesawat nirawak untuk menyerang warga sipil di desa Cherkasskoe Porechnoe saat mereka mengambil air dan kayu bakar.
Pejabat itu mengklaim dalam sebuah posting di Telegram bahwa militer Ukraina "mengebom bangunan tempat tinggal tanpa pandang bulu".
"Ada masalah besar dengan air, dan mereka yang mencoba mendapatkannya, yang menyalakan kompor, yang mencoba bertahan hidup dengan segala cara yang mungkin, langsung diserang oleh pesawat nirawak," tulis Khinshtein.
'Pendekatan tidak konvensional' Trump mungkin tidak mengarah pada stabilitas jangka panjang
Saat pembicaraan antara pejabat Ukraina dan AS sedang berlangsung di Arab Saudi, banyak pertanyaan yang masih ada tentang bagaimana Washington berupaya menegosiasikan kesepakatan untuk menghentikan konflik.
Ulrich Brueckner, seorang dosen di Universitas Stanford di Berlin, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa AS menggunakan beberapa "pendekatan tidak konvensional".
“Trump menunjukkan alat penyiksaan kepada kedua belah pihak, apa yang dapat dilakukannya jika mereka tidak menaati aturan,” katanya. “Kita akan lihat apakah itu sesuatu yang dapat mengarah pada stabilitas dan bukan sekadar gencatan senjata paksa yang akan berlangsung dalam waktu singkat.”***
Sumber: Al Jazeera, AP dan sumber lainnya.