3 Hal yang Memberatkan Hukuman Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Penjara
Hukum

Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menjatuhkan tuntutan 7 tahun penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag tahun 2015-2015.
Ada dua pertimbangan yang memberathkan Tom Lembong dituntut 7 tahun penjara oleh JPU dari Kejagung.
Baca Juga: Prabowo Beri Abolisi ke Tom Lembong, LBH Medan: Negara Harus Bersihkan Nama Baiknya
"Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya," kata JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Pertimbangan memberatkan lainnya, yakni perbuatan Tom Lembong dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pertimbangan Meringankan
Baca Juga: Sidang Praperadilan Tom Lembong Dilaksanakan Hari Ini
Terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula, Tom Lembong. [Dok. Kejagung]Adapun pertimbangan yang meringankan untuk Tom Lembong, yakni terdakwa belum pernah dihukum.
Dalam pembacaan tuntutan itu, jaksa juga menuntut denda Rp 750 juta subsider kurangan 6 bulan bagi Tom Lembong.
Jaksa menyatakan Tom Lembong terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan pihak-pihak lainnya.
Termasuk mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Charles Sitorus yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Karena itu, jaksa meyakini terdakwa Tom Lembong melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Respons Tom Lembong
Sementara itu, Tom Lembong mengaku kecewa dengan tuntutan JPU. Menurutnya, jaksa mengabaikan fakta-fakta persidangan.
"Saya terheran-heran dan kecewa karena tuntutan yang dibacakan sepenuhnya mengabaikan 100 persen dari fakta-fakta persidangan," kata Tom Lembong usai sidang.
"Saya masih sedikit seperti, kalau bahasa Inggrisnya surreal. Apakah ini dunia khayalan, dunia imajinasi, atau apakah ini Kejaksaan Agung Republik Indonesia?" tuturnya.