AI tak Bisa Gantikan Dokter, Jangan Gunakan untuk Mengobati Diri Sendiri

01 Januari, 2025 | 15:18:49

Ilustrasi/Foto: ThisIsEngineering, pexels.com

Penggunaan Artificial Intelligence (AI) seperti Chat GPT dan Chatbot AI semakin semakin popular di masyarakat. Tak heran, segala informasi bisa ditanyakan di sana, termasuk seputar informasi terkait kesehatan.

Nah di sini lah letak masalahnya. Jika sekadar menambah wawasan terkait masalah Kesehatan, tidak masalah. Karena, memang, AI memberikan jawaban cepat terhadap berbagai pertanyaan umum terkait kesehatan.

Teknologi AI memungkinkan masyarakat memperoleh wawasan awal mengenai gejala atau kondisi yang mungkin sedang dialami. Hal ini menjadi nilai positif karena dapat meningkatkan kesadaran dan memotivasi masyarakat untuk lebih proaktif menjaga kesehatan mereka.

Foto: Sanket Mishra, pexels.com

Namun ketika AI digunakan sebagai dasar melakukan tindakan pengobatan, itu lah yang berbahaya.

Chief of Technology Transformation Office (TTO) Kementerian Kesehatan RI, Setiaji, S.T, M.Si, mengingatkan masyarakat tetap bijak menyerap informasi kesehatan yang disajikan oleh AI.

“Saat menggunakan Chat GPT atau chatbot berbasis AI serupa lainnya untuk kesehatan, penting bagi masyarakat untuk memperlakukan informasi yang dihasilkan sebagai titik awal pencarian dan tidak sebagai dasar untuk tindakan pengobatan atau menganggapnya sebagai sebuah diagnosis medis,” ucap Setiaji, dikutip dari sehatnegeriku.kemkes.go.id

“Teknologi AI memang menawarkan kemampuan untuk memberikan respons cepat dan wawasan yang bermanfaat berdasarkan data yang telah diprogram di dalamnya. Namun, setiap informasi yang diperoleh harus melalui proses validasi lebih lanjut oleh dokter atau tenaga kesehatan profesional.”

Menurut Setiaji, meskipun AI dapat memberikan jawaban yang terlihat meyakinkan, teknologi tersebut tidak mampu mempertimbangkan kompleksitas faktor yang memengaruhi kondisi kesehatan individu.

Foto: Sanket Mishra, pexels.com

“Masyarakat juga harus waspada dan kritis terhadap kesalahan atau ketidakcocokan informasi yang disajikan oleh AI. Tidak semua jawaban yang dihasilkan oleh chatbot berbasis AI akurat atau relevan untuk setiap situasi klinis,” katanya.

“Ini menekankan pentingnya untuk tidak terlalu bergantung pada jawaban yang diberikan oleh AI tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut.”

 

Hati-hati Ikuti Saran Pengobatan dari AI

Setiaji mengatakan, teknologi AI beroperasi berdasarkan algoritma yang menggeneralisasi data untuk menghasilkan jawaban yang paling mungkin terjadi. Dalam konteks klinis, gejala serupa dapat berasal dari berbagai penyakit.

“Teknologi AI mungkin menunjukkan beberapa kemungkinan tanpa dapat menentukan mana yang paling relevan untuk pasien, karena tidak dilakukan analisis klinis yang lebih mendalam. Misalnya, batuk dan demam bisa merupakan indikasi flu biasa, Covid-19, atau kondisi serius lainnya seperti pneumonia,” lanjutnya.

“Tanpa pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan analisis kontekstual lebih lanjut oleh dokter, diagnosis yang dihasilkan AI tersebut bisa saja menyesatkan.”

Foto: Tara Winstead, pexels.com

Setiaji mengingatkan masyarakat agar berhati-hati mengikuti saran pengobatan dari AI. Tanpa penilaian klinis yang tepat, saran tersebut dapat berisiko dan membahayakan kesehatan.

“Saran pengobatan hanya dapat diberikan oleh tenaga medis profesional yang dapat menilai risiko dan manfaat dengan tepat berdasarkan pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh. Terlebih, AI tidak dapat memberikan jaminan dan tanggung jawab terhadap informasi dan saran yang telah diberikan,” ucapnya.

Juru Bicara Kemenkes, drg. Widyawati, MKM, menambahkan bahwa penggunaan teknologi AI untuk akses informasi kesehatan hanya sebagai pelengkap. Masyarakat tetap harus berkonsultasi dengan tenaga medis apabila mengalami gejala sakit.

“Chat GPT dan chatbot AI sejauh ini bisa dianggap sebagai pelengkap, tetapi belum dapat menggantikan peran tenaga kesehatan secara mutlak. AI hanya melihat apa yang kita inginkan saat itu, sesuai dengan pertanyaan yang diajukan,” tambahnya.

“Teknologi tersebut tidak mengetahui secara langsung situasi yang dialami penanya. Jadi, hanya memberikan jawaban secara umum. Sebaiknya, tetap berkonsultasi dengan dokter atau datang ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.”***

Topik Terkait: