Anggota Jampidsus Kejagung Diperiksa KPK Terkait Suap Sudrajad Dimyati
Hukum

Forumterkininews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil jaksa fungsional pada Direktorat Pelanggaran HAM Berat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Dody W. Leonard Silalahi sebagai saksi kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
"Hari ini pemeriksaan Dody sebagai saksi dugaan kasus korupsi berupa suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) untuk tersangka Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.
Selain Dody, KPK juga memanggil empat saksi lainnya, yaitu dua pelayan kebersihan di Mahkamah Agung (MA), khususnya di ruangan Sudrajad Dimyati Fauzi dan Aji Wijayanto, staf honorer di MA Ahmad Fauzi, serta pihak wiraswasta Riris Riska Diana.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo Buka Suara soal Hubungannya dengan Jokowi
Sebelumnya, KPK telah menetapkan SD dan sembilan orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA itu.
Sebagai penerima adalah SD, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP). Kemudian dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH). Serta dua PNS MA yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara itu, tersangka selaku pemberi suap adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), keduanya merupakan pengacara. Juga dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Baca Juga: Brasil di Grup Lunak, Ini Hasil Drawing Piala Dunia 2022
Konstruksi Perkara
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan kasus ini bermula dari laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang. Dimana kasus ini diajukan HT dan IDKS dengan diwakili kuasa hukumnya YP dan ES.
Saat persidangan di tingkat pengadilan negeri dan tinggi, HT serta ES tidak puas dengan keputusan dua lingkup pengadilan tersebut. Sehingga mereka melanjutkan upaya hukum pada tingkat kasasi di MA. Pengajuan kasasi pada tahun 2022 oleh HT dan IDKS dengan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.
Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu serta berkomunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA.
Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES adalah DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
KPK menduga DY dan kawan-kawan representasi dari SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA. Sementara itu, sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS.
Jumlah uang yang kemudian diserahkan oleh YP dan ES pada DY sekitar 202.000 dolar Singapura. Atau sekitar Rp2,2 miliar.
Kemudian oleh DY uang tersebut dibagi dengan pembagian dia menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH sekitar Rp850 juta. Selanjutnya ETP sekitar Rp100 juta, dan SD sekitar Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP.
Dengan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES dikabulkan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.