APTIKNAS Angkat Bicara Soal Rencana Transfer Data Pribadi Warga Indonesia ke AS, Ini Katanya!
Nasional

Rencana transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor AS, menuai polemik. Berbagai pandangan dikemukakan, baik yang pro maupun kontra. Terlebih, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) No. 27 Tahun 2022.
Asosiasi Pengusaha TIK Nasional (APTIKNAS) ikut angkat bicara. Diingatkan, rencana transfer data pribadi warga Indonesia ke AS harus tetap mematuhi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) No. 27 Tahun 2022.
Baca Juga: Soal Transfer Data WNI ke AS, Dasco Minta Komisi I DPR segera Koordinasi dengan Pemerintah
Ketua Komite Tetap Kewaspadaan Keamanan Siber APTIKNAS, Alfons Tanujaya, menegaskan, izin pemindahan data tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip kedaulatan digital dan perlindungan privasi.
“Jika pemerintah RI benar-benar mengizinkan data masyarakat disimpan di AS, maka perusahaan AS wajib tunduk pada UU PDP Indonesia serta bersedia diaudit oleh Komisi PDP,” tegas Alfons, dikutip dari Antara, Sabtu (26/7/2025).
Larangan Akses Tanpa Persetujuan Eksplisit
Baca Juga: Akademisi Fisip Unhas: Tak Mungkin Pengelolaan Data Pribadi WNI Diserahkan Sepenuhnya pada Negara Lain
Presiden Trump saat pertama kali mengumungkan tarif impor baru AS/Foto: Instagram Donald Trump
Alfons juga menekankan pentingnya enkripsi kuat terhadap data yang ditransfer dan larangan akses tanpa persetujuan eksplisit. Ia juga mendorong terbentuknya perjanjian bilateral khusus antara Indonesia dan AS untuk mencegah penyalahgunaan oleh otoritas asing.
“Keamanan data bukan soal di mana disimpan, tapi bagaimana disimpan. Dengan enkripsi dan manajemen kunci yang baik, data aman bahkan jika disimpan di luar negeri,” tegasnya.
Alfons juga menyoroti bahwa secara hukum tertulis, UU PDP Indonesia jauh lebih komprehensif dibanding Amerika Serikat. PP No. 71 Tahun 2019 dan UU PDP memperbolehkan transfer data ke luar negeri asalkan negara tujuan memiliki sistem perlindungan data yang setara atau lebih tinggi.
Sikap Otoritas AS dalam Kasus Kebocoran Data
Namun, dari sisi penegakan hukum dan budaya kepatuhan, AS dinilai masih lebih matang. Ia menyebut contoh tindakan serius yang dilakukan otoritas AS dalam kasus kebocoran data, seperti gugatan class-action, investigasi Kongres, dan denda besar.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa kesepakatan perdagangan dengan AS bukan bentuk penyerahan data pribadi secara bebas.
“Kesepakatan ini menjadi dasar legal bagi perlindungan data warga Indonesia yang menggunakan layanan digital perusahaan berbasis di AS, seperti media sosial, cloud, hingga e-commerce,” jelas Meutya.
Meutya menambahkan bahwa tata kelola lalu lintas data akan dilakukan secara aman, sah, dan terukur, sejalan dengan standar perlindungan data global.***