Bahaya Tersembunyi di Menu MBG: Mengapa Daging Hiu Bisa Mematikan?
Lifestyle

Sebuah program mulia yang seharusnya menyehatkan justru berujung duka. Puluhan siswa SDN 12 Benua Kayong, Kalimantan Barat, harus dilarikan ke rumah sakit usai menyantap menu ikan hiu goreng dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Alih-alih membawa manfaat, insiden ini memicu keprihatinan dan sorotan publik.
Agus Kurniawi, Kepala Regional MBG Kalbar, tidak menampik adanya kelalaian serius. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab ada pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mulia Kerta selaku penyedia makanan.
Baca Juga: Suasana Makan Gratis SMA di Bali Bikin Netizen Gagal Fokus: Roknya Kok Pendek-Pendek Banget Ya
“Menu ikan hiu adalah bentuk keteledoran dari SPPG kami,” ujarnya, Rabu (24/9/2025).
Kasus ini kembali menyingkap diskusi lama: apakah daging hiu memang aman untuk dikonsumsi?
Mengapa Daging Hiu Tidak Layak Jadi Menu
Ilustrasi MBG
Baca Juga: Biodata dan Agama Dokter Tan Shot Yen, Ahli Gizi yang Kuliti Program MBG
Meski terdengar eksotis, daging hiu sesungguhnya tidak direkomendasikan untuk konsumsi manusia. Sebagai predator puncak, hiu berada di tingkat tertinggi rantai makanan laut.
Mereka menyerap berbagai zat berbahaya dari mangsanya, lalu menumpuknya dalam tubuh melalui proses biomagnifikasi.
Akibatnya, daging hiu sarat kandungan berbahaya, di antaranya:
-
Merkuri dengan konsentrasi sangat tinggi, mampu merusak otak, ginjal, dan sistem saraf, terutama berbahaya bagi ibu hamil dan anak.
-
Urea dan amonia yang menimbulkan bau menyengat sekaligus berpotensi beracun setelah hiu mati.
-
Logam berat seperti arsenik, kadmium, dan timbal yang dapat merusak organ vital bila dikonsumsi jangka panjang.
-
Purin dalam kadar tinggi, pemicu serangan akut bagi penderita asam urat.
Dampak Kesehatan Jangka Panjang
ilustrasi hiu (Pexels)
Mengonsumsi daging hiu bukan hanya memicu keracunan sesaat, tetapi juga berisiko menimbulkan penyakit kronis. Beberapa bahaya yang telah teridentifikasi antara lain:
-
Kerusakan organ seperti ginjal dan hati akibat paparan racun.
-
Gangguan saraf berupa tremor, sakit kepala kronis, hingga penurunan fungsi kognitif.
-
Risiko besar bagi ibu hamil dan anak-anak, di mana merkuri dapat mengganggu perkembangan otak janin maupun balita.
-
Potensi kanker, karena beberapa kontaminan logam berat dikaitkan dengan pembentukan sel kanker.
Dengan sederet bahaya tersebut, pilihan menjadikan daging hiu sebagai menu program gizi sekolah jelas merupakan kesalahan fatal.
Bukan Sekadar Isu Kesehatan, tapi Juga Ekologi
Selain membahayakan manusia, konsumsi hiu memiliki dampak lingkungan yang luas. Permintaan pasar mendorong praktik perburuan berlebihan, membuat populasi hiu menurun drastis.
Padahal, hiu memiliki peran vital menjaga keseimbangan ekosistem laut, termasuk melindungi terumbu karang dan mengatur populasi ikan.
Hilangnya hiu dari ekosistem laut dapat memicu efek domino ekologis yang merusak keseluruhan rantai makanan laut. Dengan demikian, menolak konsumsi hiu bukan hanya pilihan kesehatan, melainkan juga komitmen terhadap kelestarian alam.
Saatnya Lebih Selektif
Insiden di Ketapang menjadi pelajaran berharga bahwa setiap program publik, terutama yang menyangkut pangan anak-anak, harus dijalankan dengan kehati-hatian penuh. Daging hiu, dengan segala risiko kesehatan dan dampak ekologinya, jelas tidak layak dijadikan menu harian.
Sudah saatnya pihak penyelenggara program lebih selektif dalam menentukan bahan makanan, memastikan keamanan, serta menempatkan keselamatan siswa sebagai prioritas utama.
Karena pada akhirnya, setiap suapan yang masuk ke mulut anak-anak adalah amanah besar yang tidak boleh dianggap remeh.