Benarkah Dilarang Potong Rambut atau Kuku saat Junub? Berikut Penjelasan Hukumnya
Islam menempatkan kebersihan sebagai aspek penting dalam kehidupan beragama, bahkan menyebutnya sebagai bagian dari iman. Nilai ini menjadi dasar bagi umat untuk senantiasa menjaga kesucian diri dalam setiap aktivitas.
Anjuran menjaga kebersihan anggota tubuh terus disampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan lahir maupun batin. Upaya ini juga dianggap sebagai cara untuk memperkuat kualitas ibadah dan kehidupan sehari-hari.
Namun ketika dalam keadaan punya hadats besar atau junub, bolehkah seorang muslim memotong rambut atau kuku?
Baca Juga: Tata Cara Salat Jumat Lengkap: Berikut Contoh-Contohnya
Penjelasan Imam Al-Ghazali
Ilustrasi (Ftnews-Meta Ai)Menurut Imam Al-Ghazali, orang yang sedang punya junub tidak diperkenankan untuk memisahkan sebagian anggota tubuhnya, misalnya rambut, kuku, dan sejenisnya. Pasalnya, di akhirat kelak seluruh anggota tubuh itu akan dikembalikan dan masing-masing akan menuntut karena saat di dunia dipisahkan dalam keadaan junub.
ولا ينبغي أن يحلق أو يقلم أو يستحد أو يخرج الدم أو يبين من نفسه جزءاً وهو جنب إذ ترد إليه سائر أجزائه في الآخرة فيعود جنباً ويقال إن كل شعرة تطالبه بجنابتها
Baca Juga: 6 Alasan Mengapa Doa Belum Dikabulkan dalam Islam, Berikut Hikmah-Hikmahnya
Artinya: “Dan tidak seharusnya mencukur rambut, memotong kuku, mencabut bulu kemaluan, mengeluarkan darah, atau memisahkan sebagian anggota tubuh dalam keadaan junub, karena semua bagian tubuhnya itu akan dikembalikan kepadanya di akhirat. Maka ia akan kembali dalam keadaan junub. Dikatakan pula bahwa setiap helai rambut akan menuntutnya karena janabah”. (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Daru Ibn Hazm: 2005], h. 490)
Keterangan dari Imam Al-Ghazali ini banyak dijadikan rujukan oleh para ulama, di antaranya adalah Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, Syekh Khatib As-Syirbini, dan sebagainya. Pandangan serupa juga dijelaskan oleh ulama besar asal Nusantara, Syekh Nawawi Al-Bantani, sebagaimana berikut:
وَمن لزمَه غسل يسن لَهُ أَلا يزِيل شَيْئا من بدنه وَلَو دَمًا أَو شعرًا أَو ظفرا حَتَّى يغْتَسل لِأَن كل جُزْء يعود لَهُ فِي الْآخِرَة فَلَو أزاله قبل الْغسْل عَاد عَلَيْهِ الْحَدث الْأَكْبَر تبكيتا للشَّخْص
Artinya: “Barang siapa yang wajib mandi junub disunnahkan untuk tidak menghilangkan apa pun dari tubuhnya, meskipun hanya darah, rambut, atau kuku, sebelum ia mandi. Hal ini karena setiap bagian tubuh akan dikembalikan kepadanya di akhirat. Jika ia menghilangkannya sebelum mandi, maka hadats besarnya itu akan kembali kepadanya sebagai bentuk teguran dan peringatan bagi dirinya.” (Syekh Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah: 2022], h.33).
Pendapat Imal Al-Qalyubi
Ilustrasi mandi junub. [ftnews-copilot]Namun menurut Imam Al-Qalyubi, pendapat Imam Al-Ghazali tersebut perlu ditinjau ulang. Hal ini karena ada pendapat lain yang mengatakan bahwa anggota tubuh yang akan dibawa ke akhirat hanyalah bagian tubuh yang masih melekat pada saat seseorang meninggal dunia.
وفي عود نحو الدم نظر، وكذا في غيره، لأن العائد هو الأجزاء التي مات عليها
Artinya: “Dan dalam kembalinya sesuatu seperti darah perlu peninjauan, demikian pula pada selainnya, karena yang kembali (di akhirat) adalah bagian-bagian tubuh yang ia meninggal dunia dalam keadaan memilikinya.” (Syekh Abu Bakar Syatha, I’anatut Thalibin, [Jombang, Maktabah Madinah: t.t], juz I, h.79-80)
Dengan demikian, memotong rambut atau kuku saat junub tidak dianjurkan (makruh). Sebaliknya, disunnahkan bagi orang junub untuk menundanya hingga kembali dalam keadaan suci. Namun demikian, jika ada kebutuhan yang mendesak, misalnya menimbulkan ketidaknyamanan atau mengganggu kebersihan, maka memotong rambut atau kuku boleh dilakukan. Sebab, larangan tersebut tidak mencapai derajat haram.