Biodata dan Profil Halim, Adik Mantan Wapres Jusuf Kalla yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi

Masuknya nama Halim Kalla, adik Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, dalam daftar kasus korupsi proyek pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) 1 Kalimatan Barat periode 2008-2018, cukup mengejutkan. Pasalnya, adik Jusuf Kalla ini, dikenal sebagai pengusaha penuh inovasi dengan ide-ide cemerlang.
Tahun 2006 Ia menjadi pengusaha pertama yang memperkenalkan Digital Cinema System (DCS) di Indonesia. Teknologi ini merevolusi industri perfilman nasional, mulai dari proses pembuatan hingga penayangan di bioskop.
Halim Kalla lulusan State University of New York at Buffalo, AS, lahir di Makassar 1 Oktober 1957 (68 tahun). Orangtua; Hadji Kalla, Athirah Kalla. Ia keponakan Solihin Kalla.
Baca Juga: Sambangi Rumah Jusuf Kalla, Ridwan Kamil Minta Dukungan?
Selain pengusaha, ia juga dikenal sebagai politisi dan pernah berkiprah di Senayan. Berdasarkan data KPU, Halim Kalla menjabat Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II pada periode 2009-2014.
CEO Haka Group
Halim merupakan Pemilik, Ketua, juga Chief Executive Officer (CEO) Haka Group. Salah satu anak perusahaan Haka Group adalah PT Bumi Rama Nusantara (BRN) yang bergerak pada sektor konstruksi dan didirikan Halim Kalla pada 1983.
Baca Juga: Tak Hanya Lukas Enembe, Deretan Koruptor Ini Meninggal saat Ditahan KPK
Bumi Rama Nusantara kini berganti nama menjadi PT Bakti Resa Nusa yang salah satunya bergerak dalam proyek mekanik dan listrik.
Gebrakan teranyar adalah pengembangan kendaraan listrik melalui Haka Auto. Meski masih dalam bentuk prototipe, ia memperkenalkan tiga model: Smuth (pikap listrik), Erolis (mobil penumpang mini), dan Trolis, yang sempat digadang-gadang akan menjadi bagian dari masa depan otomotif Indonesia.
Akhirnya Tersandung Kasus Korupsi
Tapi kini pria kelahiran Makassar 1 Oktober 1957 itu malah terjerat kasus korupsi. Ia bersama mantan Dirut PLN 2008-2009 Fahmi Mochtar, RR dan HYL ditetapkan sebagai tersangka. Kerugian negara dalam kasus tersebut diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun.
Kakortas Tipidkor Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo /Foto: Humas Polri
Kakortas Tipidkor Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo memaparkan, kasus korupsi yang melibatkan Halim Kalla, yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT Bumi Rama Nusantara (BRN), berawal dari langkah PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan PLTU 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MegaWatt.
Namun, sebelum pelaksanaan lelang tersebut, PLN diduga melakukan permufakatan dengan pihak calon penyedia dari PT BRN yang tujuannya untuk memenangkannya dalam lelang tersebut.
Dari awal perencanaan ini sudah terjadi korespondensi. Artinya ada permufakatan di dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan, ungkapnya.
Lebih lanjut Irjen Cahyono Wibowo menerangkan, panitia pengadaan PLN meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun diduga tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga dengan kesepakatan pemberian imbalan.
KSO BRN dan PT PI hanya Mampu Selesaikan 85,56% Pembangunan
Ditambahkan Cahyono, hal itu dilakukan sebelum adanya tandatangan kontrak. Akhirnya, kontrak KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dan hanya bisa menyelesaikan 57% pembangunan, serta diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali sampai Desember 2018.
Keterangan pers kasus korupsi proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat, Senin (6/10/2025)/Foto: Humas Polri
Meski telah mendapatkan perpanjangan, KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu, dan hanya bisa mengeluarkan sampai 85,56%. Proyek itu mangkrak lantaran KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan.
“Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical,” ucap Cahyono.
Total kerugian keuangan negara senilai USD62.410.523. Apabila dirupiahkan dengan kurs dollar saat ini yang menyentuh Rp16.600, maka mencapai Rp1,3 triliun.