Jangan Terlena! Jaringan Teroris Gencar Rekrut Anak Muda via Ruang Digital, Ini Ciri-cirinya
Aktivitas di ruang digital yang tinggi, khususnya di kalangan anak muda hendaknya menjadi perhatian masyarakat. Karena saat ini, tanpa disadari kebanyakan orang, jaringan teroris pun menggunakan ruang digital untuk merekrut anak-anak muda masuk dalam jaringannya.
Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kolonel (Sus) Harianto, menegaskan, pentingnya kewaspadaan kolektif terhadap ancaman rekrutmen anak oleh jaringan terorisme yang kini semakin masif terjadi di ruang digital.
Pesan tersebut disampaikan dalam Webinar Perlindungan Anak dari Jaringan Terorisme di Ranah Daring yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam keterangan resmi yang dikutip Senin (24/11/2025).
Baca Juga: Curahatan Eks Napiter, Kerap Diteror Kelompok yang Sudah Ditinggalkan
Harianto menjelaskan bahwa aktivitas ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme mengalami peningkatan signifikan di ranah siber. "Pada 2024 terdapat 43.204 konten kekerasan di ruang siber yang harus diantisipasi. Ini tantangan nyata bagi kita semua,” ujarnya.
Tiga Ancaman di Ruang Digital
Menurut BNPT, terdapat tiga tantangan yang semakin mengancam anak dan remaja di ruang digital, yaitu: Penyalahgunaan ruang siber yang meningkat dari tahun ke tahun, radikalisasi online melalui media sosial, permainan digital, dan ruang diskusi daring, juga penyalahgunaan teknologi oleh kelompok simpatisan teror, termasuk propaganda, pendanaan, dan perekrutan.
Baca Juga: Divonis Tiga Tahun Penjara, Munarman Ajukan Banding
Patroli siber BNPT mencatat temuan signifikan, antara lain 1.700 konten propaganda umum, 291 konten ajakan jihad, 73 konten pendanaan terorisme, serta berbagai konten terkait pelatihan, paramiliter, hingga upaya persembunyian digital.
“Ini adalah medan peperangan baru. Rekrutmen kini tidak lagi tertutup dan tatap muka, tetapi terbuka melalui website, media sosial, dan pesan instan,” terang Harianto, dilansir InfoPublik.
Contoh-contoh Kasus Bagaimana Terorisme Merasuki Anak Muda
Harianto mencontohkan beberapa kasus yang melibatkan remaja secara global. Di Skotlandia, remaja 16 tahun ditangkap karena merencanakan serangan di Inverklige Muslim Center, Amerika Serikat (April 2025); Remaja 17 tahun membunuh orang tuanya dan merencanakan pembunuhan Presiden AS Donald Trump, di Ceko (Juni 2025).
Contoh lainnya, lima remaja ditangkap karena menyebarkan propaganda ISIS, dan di Amerika (Juli 2025); dan serangan terhadap Islamic Education Center di Glendale yang dimotivasi ideologi ISIS.
Kasus Anak Terpapar Ekstremisme Melalui Game Online
Di Indonesia, BNPT mencatat beberapa kasus remaja yang terpapar ekstremisme melalui game online, grup WhatsApp, dan forum daring, antara lain: Remaja 15 tahun berinisial RM (Banten), remaja 18 tahun berinisial M (Sulsel), dan anak 13 tahun berinisial A (Bali).
Temuan tersebut menunjukkan bahwa jaringan terorisme terus memanfaatkan celah digital untuk menyasar kelompok rentan, terutama anak dan remaja. BNPT menekankan pentingnya deteksi dini melalui linguistic markers atau sinyal bahasa yang mengarah pada ekstremisme.
Ciri-ciri Anak Diduga Terpapar
Beberapa cirinya meliputi: Bahasa yang memuja kekerasan; ketertarikan pada tokoh ekstrem seperti Hitler atau Mussolini; interaksi kebencian; hate speech; dan stereotipe, juga pengidolaan pelaku kekerasan.
“Anak-anak harus mampu mengenali narasi ekstremisme yang memelintir ajaran agama maupun ideologi kebangsaan,” tegasnya.
Merujuk temuan UNICEF, terdapat empat faktor utama yang membuat anak rentan terpapar ekstremisme yakni, Isolasi sosial, bullying (perundungan), ketidakcocokan dengan lingkungan nyata, dan masalah kesehatan mental, seperti kecemasan atau depresi yang tidak ditangani.
Untuk itu, Harianto menambahkan, penggunaan media digital tanpa pendampingan semakin memperbesar risiko. “Karena itu, orang tua diminta aktif memantau aktivitas daring anak,” ujarnya.
Pentingnya Penguatan Ketahanan Keluarga dan Literasi Digital
Untuk mencegah paparan ekstremisme sejak dini, BNPT mendorong penguatan ketahanan keluarga dan literasi digital. Anak dan orang tua diminta untuk melakukan cek fakta sebelum membagikan konten, Aktif dalam kegiatan positif, Patuh pada arahan orang tua dan guru, dan Menggunakan fitur ‘lapor dan blokir’ (report & block) pada konten dan akun berbahaya.
BNPT menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 melalui tiga pilar pencegahan, yaitu Kesiapsiagaan Nasional, Kontraradikalisasi, dan Deradikalisasi.
Seluruh upaya tersebut diperkuat dengan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) berdasarkan Perpres No. 7/2021, yang kini tengah menunggu harmonisasi lanjutan dalam Perpres tahap kedua.
“Pencegahan ekstremisme tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga saja, tetapi oleh seluruh elemen bangsa. Kita harus bersama-sama menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutup Harianto.