Bumi Diam-Diam Semakin Gelap dan Berbahaya, Peringatan Serius dari NASA
Bumi ternyata semakin gelap dan memanas lebih cepat dari yang pernah diperkirakan para ilmuwan.
Temuan terbaru dari NASA melalui sistem satelit CERES (Clouds and the Earth’s Radiant Energy System) menunjukkan bahwa planet kita kini memantulkan lebih sedikit sinar matahari ke luar angkasa dibandingkan dua dekade lalu.
Baca Juga: Astronom Temukan Objek Misterius yang Menyorot Sinyal ke Bumi Setiap 44 Menit
Fenomena ini disebut sebagai penurunan albedo, yakni kemampuan Bumi untuk memantulkan sinar matahari. Meskipun perubahannya terlihat kecil, dampaknya luar biasa besar terhadap iklim global.
Lebih Banyak Panas, Lebih Cepat Memanas
Ilustrasi Bumi terlihat dari ruang angkasa. [Meta Ai]
Baca Juga: NASA Perkenalkan 10 Astronot Baru untuk Misi ke Bulan dan Mars, Siapa Saja?
Dulu, sinar matahari banyak dipantulkan oleh salju, es, dan awan tebal. Kini, sebagian besar sinar itu justru diserap oleh lautan, bebatuan, dan aspal yang semakin gelap. Akibatnya, energi panas terjebak di permukaan dan meningkatkan suhu global secara signifikan.
“Bumi kini menyimpan lebih banyak panas daripada yang dilepaskannya,” tulis laporan NASA.
Fenomena ini membuat gletser mencair lebih cepat, laut menghangat, dan sistem atmosfer menjadi tidak stabil. Belahan Bumi Utara yang padat penduduk dan industri menjadi wilayah yang paling cepat mengalami efek ini.
Efek Domino: Dari Awan hingga Arus Laut
Ilustrasi Bumi. [Meta AI]
Selama ini, para ilmuwan percaya bahwa awan bisa menyeimbangkan pemanasan global, menebal saat panas meningkat, lalu menipis saat suhu menurun. Tapi hasil riset terbaru dari Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) membantah teori itu.
“Gagasan bahwa awan bertindak seperti termostat untuk menjaga suhu tetap stabil ternyata tidak benar,” kata Norman Loeb, peneliti utama misi CERES NASA.
Artinya, sistem alami seperti awan, arus laut, dan lapisan es tidak lagi mampu menahan laju pemanasan. Lingkaran umpan balik berbahaya pun terbentuk: permukaan makin gelap → panas makin banyak → es makin mencair → permukaan makin gelap lagi.
Udara Lebih Bersih, Tapi Planet Justru Lebih Panas
Salah satu penyebab mengejutkan dari tren ini adalah udara yang makin bersih. Dalam 30 tahun terakhir, banyak negara seperti AS, Tiongkok, dan negara Eropa berhasil mengurangi polusi dan partikel aerosol di udara.
Namun, menurut NASA, hilangnya aerosol reflektif justru membuat lebih banyak sinar matahari langsung menembus atmosfer dan diserap oleh permukaan bumi.
Sebuah laporan dari Discover Magazine mencatat bahwa antara tahun 2001–2019, reflektivitas Bumi turun sekitar 0,5 watt per meter persegi, atau setara dengan tambahan 0,3% energi matahari yang terserap.
“Kedengarannya kecil, tapi dampaknya luar biasa besar bagi suhu global,” tulis laporan tersebut.
Gunung Meletus dan Asap Kebakaran Sempat Hambat Efek Ini
Di belahan selatan, beberapa peristiwa sempat memperlambat efek penggelapan Bumi, seperti letusan gunung Tonga tahun 2022 dan kebakaran besar di Australia. Partikel debu dan asap dari peristiwa itu sempat meningkatkan reflektivitas Bumi untuk sementara waktu.
Sayangnya, itu hanya efek jangka pendek. Tren jangka panjang tetap jelas: Bumi makin gelap dan makin panas.
Implikasinya Bukan Main
Penggelapan Bumi (Earth Dimming) ini berarti model iklim yang selama ini digunakan mungkin meremehkan kecepatan pemanasan global yang sebenarnya.
Jika tidak segera diatasi, Belahan Bumi Utara bisa mengalami lonjakan suhu yang jauh lebih ekstrem, terutama di musim panas.
Dampaknya sudah mulai terasa: gelombang panas berkepanjangan di Eropa, kebakaran hutan di Amerika Utara, hingga pencairan cepat di Kutub Utara.
Semua menjadi tanda bahwa Bumi sedang berubah lebih cepat dari kemampuan manusia untuk beradaptasi.
Hilangnya Kemampuan Alami Memantulkan Sinar Matahari
Bumi bukan hanya memanas karena emisi karbon, tapi juga karena hilangnya kemampuan alami untuk memantulkan sinar matahari. Langit yang lebih bersih memang baik untuk paru-paru manusia, tapi buruk bagi keseimbangan energi planet ini.
Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Bumi akan memasuki fase pemanasan ekstrem yang lebih cepat dari prediksi model iklim manapun.
Sumber: Daily Galaxy