Bung Karno Lahir di Jombang 1902, Bukan di Surabaya 1901, Benarkah?
Nasional

Hasil peneletian terbaru mengungkap jika Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno bukan lahir pada tahun 1901 melainkan pada 1902. Tempat kelahirannya pun bukan di Surabaya atau Blitar, tetapi di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur
Hal tersebut disampaikan oleh komunitas Titik Nol Soekarno dalam seminar bertajuk "Jejak Tokoh Bangsa" yang digelar berbarengan dengan hari jadi Pemkab Jombang sekaligus Hari Santri Nasional di Alun-alun Jombang pada Selasa (15/10/2024) lalu.
Gus Binhad Nurrohmat selaku budayawan dan pegiat sejarah mengungkap data dan dokumen temuannya yang menguatkan kalau Soekarno lahir pada 1902 di Kecamatan Ploso, Jombang.
Beberapa dokumen yang berhasil ditemukan Binhad yakni dokumen tulisan tangan Soekeni Sosrodihardjo, ayah kandung Bung Karno, beselit atau SK perpindahan tugas dari Pemerintah Hindia Belanda. Di situ tertera Soekeni ditugaskan sebagai guru di wilayah Ploso, pada tahun 1901 hingga 1907.
"Saat itu masih era pemerintahan kolonial Hindia Belanda, dimana waktu itu wilayah Ploso masuk dalam region Surabaya," jelas Binhad.
Fakta lain yakni dokumen otentik dari Institut Teknolohi Bandung (ITB) tempat Soekarno meraih gelar sebagai insinyur. Di situ tertulis Bung Karno lahir pada 6 Juni 1902, bukan 1901.
Bukti lainnya yang ikut dihadirkan yakni foto-foto lawas terkait Bung Karno yakni rumah masa kecil Bung Karno di Ploso, serta kesaksian dari sesepuh setempat.
"Sayangnya, rumah Bung Karno di Ploso pada tahun 2014 sudah rubuh. Yang ada hanya tinggal pondasi dan kamar mandi saja dan sumur," jelas Binhad.
Selain itu, ada pula foto Cindy Adam, penulis buku otobiografi Bung Karno berfoto bersama dengan warga setempat di kediaman Soekeni, ayah Bung Karno pada 1964 di rumah Ploso.
Dari data-data baru yang ada, Roso Daras, jurnalis senior sekaligus sejarawan, mendesak Pemkab Jombang maupun pemerintah pusat menjadikan rumah Bung Karno di Ploso sebagai cagar busaya.
"Situs-situs Bung Karno lainnya sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Hanya di Ploso yang belum," kata Roso Daras.
Sementara itu, Prof. Anhar Goggong yang ikut hadir dalam seminar menyatakan temuan baru dari hasil penelitian komunitas Titik Nol Soekarno sah-sah saja. Namun, temuan ini tentunya tidak secara otomatis menggugurkan penelitian yang sudah ada sebelumnya.
"Semua sah-sah saja. Anda sudah menggunakan metode sejarah yang benar seperti dokumen dari ITB, arsip nasional, maupun bukti lisan. Mengenai hasilnya terserah masyarakat," kata Anhr Gonggong.
"Hasil penelitian anda sudah memenuhi persyaratan untuk diberitahukan kepada orang lain dan disebarkan kepada masyarakat luas," jelas Anhar lagi.