Fenomena ‘Thrifting’, Akan Menjadi ‘Fast Fashion’
Lifestyle

FTNews - Beberapa waktu belakangan fenomena membeli barang bekas atau thrifting tengah menjamur di Indonesia. Namun kegiatan membeli barang bekas ini dianggap akan membuatnya setara dengan fast fashion.
Thrifting adalah kegiatan berbelanja barang di toko barang bekas, garage sale, atau pasar loak yang masih layak pakai, tapi dengan harga miring. Barang yang dijual antara lain baju, celana, aksesoris, hingga sepatu merek ternama. Dari sinilah, anak muda dengan gaya busana ‘anti mainstream’ memburu koleksinya.
Pada dasarnya konsep belanja ini untuk mendukung kampanye zero waste yang disambut baik oleh kalangan anak muda. Barang tersebut didapatkan dari hasil impor dari beberapa negara seperti Jepang, Korean, dan Amerika Serikat.
Baca Juga: Pramono Anung Punya Tanda Kehormatan Prestisius, Apa Jasanya?
Data BPS mencatat angka impor pakaian bekas selama tahun 2018-2020 memang sempat melonjak hingga ratusan ton. Jumlah terbesar terjadi pada 2019 mencapai 392 ton.
Thrifting Fast Fashion. Foto; The Japan Times
Thrifting Mirip Fast Fashion
Baca Juga: Ahli Uji Coba Transplantasi Jantung dan Ginjal Babi ke Tubuh Manusia
Istilah fast fashion sendiri merupakan kegiatan industri tekstil dalam mengubah model fashion yang silih berganti dalam waktu yang sangat singkat, dikutip Zero Waste. Selain itu, kegiatannya kerap menggunakan bahan baku dengan kualitas buruk dan tidak tahan lama.
Kegiatan fast fashion kerap kali menggunakan air dalam jumlah yang banyak dan pestisida. Dampaknya, akan meningkatkan risiko kekeringan, menurunkan kualitas tanah, dan berbagai masalah lingkungan lain.
Majalah fashion ternama Vogue menyebut, saking maraknya toko pakaian bekas dan antusiasme masyarakat dalam membeli barang bekas, akan membuat thrifting serupa fast fashion.
Vogue menyebut bahayanya ketika fashion berkas mudah didapatkan dan harganya murah, masyarakat akan menganggap pakaian bekas tidak ada artinya. Kemudian, tanpa bersalah membeli pakaian baru sebagai alasan untuk terus melakukan konsumsi dengan cepat, seperti fast fashion, dikutip The Guardians.
Mungkin dampak ini tidak dirasakan, namun demikian Or Foundation dalam laporannya, Stop Waste Colonialism mengatakan, industri fashion menggunakan perdagangan pakaian bekas atau thrifting secara global sebagai strategi pengelolaan limbah secara nyata.