Hari Bersejarah, Rusia Jadi Negara Pertama Akui Pemerintahan Taliban
Rusia menjadi negara pertama yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan sejak kelompok itu kembali berkuasa pada 2021.
Keputusan ini menjadi langkah besar setelah bertahun-tahun hubungan kedua pihak berlangsung diam-diam dan dipenuhi ketegangan sejak masa kekuasaan Taliban pertama.
Sejak Taliban menguasai Kabul pada Agustus empat tahun silam dan menggulingkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani, sejumlah negara—termasuk yang sebelumnya memusuhi kelompok itu—mulai menjalin komunikasi informal.
Baca Juga: Gunung Berapi di Rusia Meletus Setelah 500 tahun Tertidur akibat Gempa Besar, Apa Ancamannya?
Namun, tak satu pun yang secara resmi memberikan pengakuan, hingga Rusia mengambil langkah tersebut pada Kamis (4/7/2025).
Apa yang Dinyatakan Rusia?

Baca Juga: Bos Teknologi Rusia Ungkap Bagaimana Tertinggal Negaranya Soal AI dari AS-China
Presiden Rusia, Vladimir Putin. (TASS)
Kementerian Luar Negeri Rusia menyampaikan bahwa pengakuan resmi terhadap pemerintahan Taliban bertujuan untuk membuka peluang kerja sama bilateral yang lebih luas antara kedua negara.
“Kami yakin pengakuan resmi terhadap Emirat Islam Afghanistan akan memperkuat kerja sama produktif antara Rusia dan Afghanistan di berbagai sektor,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Rusia menyebutkan beberapa bidang yang menjadi fokus kerja sama, seperti energi, transportasi, pertanian, dan pembangunan infrastruktur.
Respons Taliban

Pemimpin tertinggi Taliban, Hibatullah Akhundzada. (NTN24)
Taliban menyambut baik langkah Rusia. Melalui pernyataan di platform X (dulu Twitter), Kementerian Luar Negeri Afghanistan menginformasikan bahwa Duta Besar Rusia untuk Kabul, Dmitry Zhirnov, telah menyampaikan keputusan tersebut kepada Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi.
Muttaqi menyebut langkah Rusia sebagai tindakan berani dan berharap hal ini bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain. “Kami sangat menghargai langkah ini. Insya Allah, ini akan diikuti oleh negara lain,” ucapnya dalam video yang diunggah di platform tersebut.
Kilas Balik Hubungan Rusia–Afghanistan
Hubungan Rusia dan Afghanistan tidak selalu harmonis. Pada 1979, Uni Soviet menginvasi Afghanistan untuk mendirikan pemerintahan komunis.
Invasi tersebut memicu perang selama satu dekade dengan kelompok mujahidin Afghanistan yang didukung Amerika Serikat. Sekitar 15.000 tentara Soviet tewas dalam konflik ini.
Situasi memburuk pada 1992 saat roket pemberontak menghantam Kedutaan Besar Rusia di Kabul, membuat Moskow menutup misi diplomatiknya.
Bahkan, presiden Afghanistan yang didukung Rusia, Mohammad Najibullah, dibunuh oleh Taliban pada 1996.
Selama akhir 1990-an, Rusia mendukung kelompok anti-Taliban seperti Aliansi Utara yang dipimpin Ahmad Shah Massoud. Namun, dinamika berubah setelah serangan 11 September 2001 yang dilakukan oleh Al-Qaeda.
Rusia, melalui Presiden Vladimir Putin, menjadi salah satu negara pertama yang menyatakan dukungan pada Amerika Serikat untuk menyerang Afghanistan dan menggulingkan Taliban.
Rusia juga berbagi intelijen, membuka wilayah udaranya, dan bekerja sama dengan sekutu-sekutu AS di Asia Tengah.
Setelah Taliban dilengserkan, Rusia menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris pada 2003.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sikap Rusia mulai melunak seiring kekhawatiran atas meningkatnya ancaman ISIS-K, afiliasi ISIS di wilayah Khorasan yang juga menjadi musuh Taliban.
Arah Hubungan yang Lebih Dekat
Sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan pada 2021 setelah pasukan AS mundur, hubungan antara Rusia dan Taliban semakin terbuka.
Perwakilan Taliban bahkan diundang dalam forum-forum ekonomi bergengsi Rusia di Saint Petersburg pada 2022 dan 2024.
Serangan berdarah ISIS-K di gedung konser Crocus City Hall, Moskow, pada Maret 2024 yang menewaskan 149 orang semakin memperkuat kedekatan Moskow dan Taliban.
Pada Juli 2024, Presiden Putin bahkan menyebut Taliban sebagai "sekutu dalam perang melawan terorisme".
Pertemuan antara Menteri Luar Negeri Taliban, Amir Khan Muttaqi, dan Menlu Rusia, Sergey Lavrov, di Moskow pada Oktober 2024 memperlihatkan peningkatan hubungan bilateral.
Pada April 2025, Rusia mencabut label “teroris” dari Taliban. Lavrov menyatakan bahwa kepemimpinan Taliban adalah "kenyataan politik yang tak bisa dihindari," dan menyerukan kebijakan luar negeri yang lebih pragmatis dan realistis.
Kini, setelah Rusia secara resmi mengakui Taliban, dunia menanti: negara mana berikutnya?
Sumber: Al Jazeera