Hikmah yang Dipetik dari Isra’ Mi’raj Menurut KH Cholil Nafis
Nasional

Forumterkininews.id, Jakarta - Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Cholil Nafis menjelaskan hikmah mendalam yang bisa dipetik dari perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Hal tersebut berkaitan dengan peringatan Isra' Mi'raj pada tahun ini.
Ia mengatakan bahwa hikmah terbesar dari peringatan Isra’ Mi’raj adalah dapat mengingatkan kesadaran diri bahwa Allah Swt berkuasa atas segala penciptaan.
Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al Israa [17]: 1 yang berbunyi ‘Subhaanal-ladzii asra bi’abdihi lailaa minal masjidil haraami ilal masjidil aqshaal-ladzii baaraknaa haulahu linuriyahu min aayaatinaa innah huwassamii’ul bashiir’.
Baca Juga: Rumor Potensi Awal Ramadan Berbeda, Ketua MUI: Insyaallah Lebaran Sama
Pertama tentu memang Isra’ Mi’raj menunjukkan kekuasaan Allah. Sehingga ada ‘Subhanalladzi’ yang menunjukkan kejadian luar biasa, satu kekaguman kita diawali dengan kata subhanallah artinya Maha Suci Allah,†kata Kiai Cholil Nafis seperti dikutip dari website NU Online, Minggu (19/2/2023).
Kemudian, hikmah kedua dari perjalanan satu malam Nabi Muhammad itu adalah mengajarkan bahwa setiap perjuangan haruslah menghormati para pendahulunya, bahkan melakukan napak tilas sebagai penghargaan dan penghormatan.
“Seperti saat Nabi saw melewati gunung Tursina diperintah turun dari Buraq untuk shalat di tempat Nabi Musa AS menerima kalamullah dan Bait Lahm tempat kelahiran Nabi Isa AS,†paparnya.
Baca Juga: Wakapolri Hadiri Kelompok Kerja Strategi Keamanan Regional di Bali
Selanjutnya hikmah ketiga dari peristiwa Isra’ Mi’raj adalah mengajarkan bahwa hidup membutuhkan kontrol diri agar tetap pada koridor yang benar. Seperti shalat, kata Kiai Cholil, berfungsi sebagai kontrol umat Islam sehingga kedudukannya sebagai tiang agama.
Maka itu, ia mengatakan peristiwa Isra’ Mi’raj itu oleh-oleh perintah shalat yang dibawa Nabi Muhammad saw adalah barometer tiang agama untuk menjalankan kebaikan. Ini adalah sarana umat Islam untuk mengasah keimanan diri yang fluktuatif.
"Orang yang shalatnya baik tentu ditengarai sebagai orang baik. Sulit shalatnya baik dan khusyu’ manakala keimanan dan pengetahuannya masih cetek. Bahkan tidak bisa khusyu’ shalatnya manakala makan barang haram,†ucap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah itu.
Ia menuturkan, peristiwa Isra’ Mi’raj menunjukkan adanya tarikan langit dan bumi. Langit pun, lanjut dia, menghendaki kehadiran Nabi Muhammad saw.
“Jadi kalau ada orang mulia di mana-mana minta hadir, memang alam ini memanggil, makanya langit meminta kepada Allah, jadi tidak kalah terhormatnya dengan bumi,†ucap kiai kelahiran Sampang, 1 Juni 1975 itu.
Selain itu ia menilai bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj juga berkaitan dengan upaya konkretisasi membangun peradaban. Misalnya ketika Nabi Muhammad sampai untuk menerima kewajiban shalat. Perintah tersebut berawal dari wahyu pertama yang turun sebelumnya yaitu “Iqra†atau membaca (bacalah).
Shalat yang dimaknai secara bahasa sebagai doa adalah keterkaitan spiritual dengan intelektual, sehingga dari keduanya melahirkan kearifan dan kemajuan dan tentunya akan membangun peradaban.
“Ini sarana untuk mendapatkan ilmu dan itu adalah landasan untuk membangun peradaban. Kemudian shalat, agar ilmu tetap berada di jalan Allah sehingga digunakan untuk kemaslahatan umat. Itu harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan,†papar Kiyai Cholil.
“Tak mungkin membangun peradaban tanpa ilmu dan tak mungkin ilmu bermanfaat tanpa iman,†sambungnya.