Ikuti Saran Diet ChatGPT, Pria Ini Dilarikan ke Rumah Sakit karena Halusinasi Parah
Kesehatan
 140820252.jpeg)
Seorang pria dirawat di rumah sakit selama berminggu-minggu setelah melakukan saran diet dari ChatGPT.
Sebuah studi kasus yang diterbitkan pada 5 Agustus 2025 di Annals of Internal Medicine, sebuah jurnal akademis, menyatakan bahwa pria berusia 60 tahun itu memutuskan untuk menghilangkan garam sepenuhnya dari pola makan.
Kronologi Diet ChatGPT
Baca Juga: UEA Gratiskan ChatGPT Plus untuk Seluruh Warganya
ChatGPT. (chatgpt.com)
Dikutip USA Today, pria itu meminta ChatGPT untuk mencari alternatif pengganti garam, yaitu natrium klorida, yang kemudian dijawab oleh chatbot AI dengan natrium bromida, senyawa yang secara historis digunakan dalam farmasi dan manufaktur.
Meskipun jurnal tersebut mencatat bahwa para dokter tidak dapat meninjau log obrolan AI asli dan bahwa bot tersebut kemungkinan menyarankan penggantian untuk tujuan lain, seperti membersihkan, pria tersebut membeli natrium bromida dan menggunakannya sebagai pengganti garam meja selama tiga bulan.
Baca Juga: Google: Pengguna Aktif Aplikasi AI Gemini Tembus 400 Juta per Bulan
Akibatnya, ia berakhir di UGD dengan delusi paranoid, meskipun tidak memiliki riwayat masalah kesehatan mental. Yakin bahwa tetangganya telah meracuninya, pria itu bahkan enggan menerima air dari rumah sakit, meskipun melaporkan rasa haus yang luar biasa. Ia terus mengalami peningkatan paranoia, serta halusinasi pendengaran dan penglihatan, yang akhirnya menyebabkannya ditahan secara tidak sukarela setelah ia mencoba melarikan diri selama perawatan.
Kondisi Pasien
Pria dirawat di RS. (Meta AI)
Dokter memastikan bahwa pria itu menderita keracunan bromida (atau bromisme), yang dapat mengakibatkan gejala neurologis dan psikiatris, serta gejala lain yang dialami pria tersebut, termasuk jerawat dan angioma ceri (benjolan pada kulit), kelelahan, insomnia, ataksia ringan (kecanggungan), dan polidipsia (rasa haus yang berlebihan).
Gejala bromisme lainnya dapat meliputi mual dan muntah, diare, tremor atau kejang, rasa kantuk, sakit kepala, lemas, penurunan berat badan, kerusakan ginjal, gagal napas, dan koma, menurut iCliniq.
Bromisme dulunya jauh lebih umum karena garam bromida telah digunakan dalam produk sehari-hari. Pada awal abad ke-20, bromida digunakan dalam obat-obatan bebas, yang seringkali mengakibatkan gejala neuropsikiatri dan dermatologis, menurut penulis studi tersebut.
Insiden keracunan semacam itu mengalami penurunan tajam ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serika (FDA) menghentikan penggunaan bromida dalam obat-obatan antara pertengahan tahun 1970-an dan akhir 1980-an.
Pria tersebut dirawat di rumah sakit selama tiga minggu, dan selama waktu tersebut gejalanya semakin membaik.