Kasus Zarof Ricar Adalah Pintu Masuk Membongkar Mafia Peradilan

Politik

Selasa, 29 Oktober 2024 | 15:49 WIB
Kasus Zarof Ricar Adalah Pintu Masuk Membongkar Mafia Peradilan
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. (Foto: Ist)

Kasus dugaan suap pengurusan perkara yang menyeret mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar dinilai menjadi pintu masuk penegak hukum untuk mengusut mafia peradilan.

rb-1

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan ada petunjuk yang terang mengenai penemuan barang bukti berupa uang ratusan miliar dan puluhan kilogram emas di rumah kediaman Zarof Ricar.

“Penangkapan mantan pejabat MA, Zarof Ricar, oleh Kejaksaan Agung seharusnya menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk membongkar kotak pandora mafia peradilan di lembaga kekuasaan kehakiman,” tutur Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya, Senin (28/10).

Baca Juga: ICW Minta Kapolri Berhentikan Sementara AKBP Brotoseno

rb-3

“Logika sederhana saja. Dibandingkan dengan harta kekayaannya pada Maret 2022 yang hanya Rp51,4 miliar. Tentu uang ratusan miliar tersebut terbilang janggal dan patut ditelusuri lebih lanjut,” tambahnya.

mantan pejabat MA, Zarof Ricar. (Foto: Ist)

Baca Juga: Ruang Hakim Agung dan Sekretaris MA Digeledah KPK

Kurnia Ramadhana memaparkan, setidaknya ada dua potensi kejahatan Zarof Ricar lainnya yang harus didalami oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.

Pertama adalah suap menyuap. Suap yang dimaksud terjadi apabila uang atau emas yang ditemukan di kediaman pribadi Zarof Ricar adalah hasil dari pengurusan suatu perkara di MA atau pengadilan lainnya.

Walaupun Zarof Ricar bukan hakim, namun tetap ada kemungkinan ia adalah broker atau perantara suap kepada oknum internal Mahkamah Agung.

“Praktik dengan modus memperdagangkan pengaruh yang serupa dengan kasus tersebut pernah terjadi yaitu saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kejahatan mantan Sekretaris MA Nurhadi,” ucap Kurnia Ramadhana.

Potensi kejahatan kedua adalah gratifikasi. Praktik gratifikasi ini dikonstruksikan dengan membangun asumsi temuan uang dan bongkahan emas didapatkan Zarof Ricar dari sejumlah pihak yang tidak bisa dijelaskan asal-usulnya atau tergolong sulit menelusuri orang yang memberikannya.

Namun, Kurnia Ramadhana menerangkan, jika menggunakan delik gratifikasi (Pasal 12B UU Tipikor), maka beban pembuktian akan berpindah dari penuntut umum ke Zarof Ricar.

Pembuktian terbalik itu akan menyasar terdakwa jika tidak bisa menjelaskan secara utuh disertai dengan bukti relevan mengenai harta yang ditemukan penyidik di kediaman pribadinya.

“Pelaku dalam konteks pencucian uang tidak hanya dapat menjerat Zarof Ricar, melainkan juga pihak lain yang turut menerima dana hasil kejahatan,” katanya.

Kurnia Ramadhana menambahkan kasus Zarof Ricar menambah daftar panjang insan peradilan yang tersandung kasus korupsi.

Berdasarkan catatan ICW, sudah ada 26 hakim yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi sejak tahun 2011 sampai 2023.

Kurnia Ramadhana menuntut tiga rekomendasi untuk memperbaiki kondisi yang sudah semakin mengkhawatirkan tersebut. Pertama, meminta Ketua MA Sunarto untuk menjamin proses hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tidak akan diintervensi oleh pihak manapun.

Kedua, ICW meminta MA berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain seperti Komisi Yudisial (KY), Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk menyusun pemetaan terhadap korupsi di sektor peradilan.

Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto. (Foto: Ist)



Terakhir, kewenangan KY sebagai lembaga otonom penjaga etika kehakiman harus diperkuat.

“Berkaca pada pedoman perilaku hakim, kewenangan Komisi Yudisial masih terbatas pada pemberian rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung. Tentu kondisi tersebut membuka potensi terjadinya konflik kepentingan,” tutur Kurnia.

Dalam kesempatan terpisah, Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto mengungkapkan pihaknya telah membentuk tim pemeriksa untuk mengklarifikasi majelis hakim kasasi yang memeriksa dan mengadili kasus pembunuhan dengan terdakwa Ronald Tannur.

“Berdasarkan Rapat Pimpinan Mahkamah Agung pada hari ini, Senin 28 Oktober 2024, pimpinan MA secara kolektif kolegial telah memutuskan membentuk tim pemeriksa yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur,” jelas Juru Bicara MA, Yanto dalam jumpa pers di kantornya, Senin (28/10).

Tim pemeriksa tersebut diketuai oleh hakim agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Jupriyadi dan Noord Ediyono yang merupakan Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA.

Yanto mengatakan, Ketua MA Sunarto akan memberi arahan secara langsung kepada Ketua Pengadilan tingkat banding pada empat lingkungan peradilan. Sunarto dalam waktu dekat juga akan melaksanakan konsolidasi internal dengan para hakim agung.

Tag Mahkamah Agung ICW Zarof Ricar Kurnia Ramadhana

Terkini