KSP: Penguatan Surveilans Gizi pada Balita Berperan Penting Turunkan Angka Stunting
Kesehatan

Forumterkininews.id, Jakarta - Penguatan surveilans gizi pada balita berperan penting untuk menurunkan prevalensi stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini diungkapkan Tenaga Ahli Utama Kantro Staf Presiden (KSP) Brian Sri Prahastuti.
Sebagai provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, Provinsi NTT perlu mendapatkan perhatian khusus.
"Terkait upaya percepatan penurunan stunting di NTT, terdapat beberapa hal strategis yang perlu dilaksanakan. Diantaranya adalah penguatan surveilans gizi terhadap balita, agar pendataan kasus stunting dapat lebih akurat," Brian Sri Prahastuti, Senin (31/10).
Baca Juga: Tidak Hanya Fisik, Otak Juga Perlu 'Olahraga'
Menurutnya, hal ini diperlukan agar tidak terdapat perbedaan data yang signifikan terhadap prevalensi stunting. Baik menggunakan instrumen Survei Status Gizi Indonesia atau menggunakan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).
Brian menjelaskan penguatan surveilans gizi tersebut menjadi penting karena stunting tidak terjadi secara tiba-tiba. Menurutnya, stunting adalah akumulasi kondisi dari beberapa kondisi. Mulai dari sebelum menikah dimana orang tua mengalami anemia dan kurang gizi.
Kemudian ketika sang ibu hamil, pada masa ini masalah yang biasa terjadi adalah kurangnya konsultasi ke dokter dan kurangnya suplemen ibu hamil. Selanjutnya kondisi setelah kelahiran. Pada kondisi ini masalah yang kerap ditemui adalah rendahnya pengetahuan terkait ASI eksklusif. Juga soal makanan pendamping ASI yang tidak cukup protein.
Baca Juga: Pemerintah Hibahkan Aset Eks BLBI Ke Pemkot Bogor
“Intervensi dalam penanganan stunting tidak hanya bisa dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi harus lintas sektor. Intervensi juga tidak bisa dilakukan hanya ketika sudah ditemukan kasus stunting. Tetapi harus dimulai dari sebelum penemuan kasus (hulu),†jelas Brian.
Amanat Presiden Joko Widodo
Perlu diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengamanatkan perlunya intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk mendorong pencapaian target prevalensi stunting. Dimana target tersebut sebesar 14% pada 2024.
Terdapat 12 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi dan jumlah kasus stunting tertinggi yang kemudian mendapatkan pendampingan terpadu dari kementerian/lembaga.
Seperti diketahui Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia yaitu 37,8% pada 2021 berdasarkan kepada hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
Pemerintah sendiri terus mendorong penurunan stunting di Provinsi NTT, salah satunya melalui kegiatan Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting di Kupang.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumat lalu ini turut dihadiri oleh Deputi III Kementerian Koordinator Bidang PMK, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Plt. Kepala Bappelitbangda NTT, Kepala Perwakilan BKKBN NTT, Kepala Dinas Kesehatan NTT, dan perwakilan dari Kabupaten yang menjadi fokus: Sumba Barat Daya, Alor, dan Manggarai Timur.