Manajer Operasional dan Bagian Keuangan ACT Diperiksa Bareskrim
Hukum

Forumterkininews.id, Jakarta - Bareskrim Polri kembali memeriksa Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin terkait kasus dugaan penyelewengan dana kemanusiaan.
"Seperti kemarin, jam 10.00 WIB," kata Kasubdit IV Direktorat Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Andri Sudarmaji saat dikonfirmasi, Senin (11/7).
Menurut Andri, penyidik memanggil dua pengurus ACT lainnya untuk dimintai keterangan. Jadi, penyidik memeriksa empat orang terkait dugaan penyelewengan donasi umat.
Baca Juga: Polisi Tangkap Dua Pemeran Video Porno "Kebaya Merah" di Surabaya
"Hari ini, termasuk Manajer Operasional dan Bagian Keuangan ACT," ucap Andri.
Penyidik Bareskrim Polri tengah mendalami adanya dugaan penyelewengan dana sosial perusahaan atau (CSR) yang dikelola lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dana CSR yang dikelola ACT diberikan perusahaan Boieng untuk disalurkan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 2018 lalu.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Ahyudin dan Ibnu Khajar diduga menyelewengkan dana kompensasi korban Lion Air JT 610 untuk kepentingan pribadi.
Baca Juga: Jaksa Agung Perintahkan JPU Ajukan Kasasi Perkara KSP Indosurya
"Pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini Ahyudin (56) selaku ketua, pengurus dan pembina, serta Ibnu Khajar (47) selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR. Dana ini berasal dari pihak Boeing untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/7).
Ramadhan mengungkapkan Yayasan ACT menyalurkan dana sosial kemanusiaan berupa dana sosial atau CSR dari beberapa perusahaan atau lembaga. Salah satunya kepada ahli waris dari korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 jenis Boeing sebagai kompensasi. Ramadhan menyebut, total dana CSR dari Boeing yang dikelola ACT mencapai Rp 138.000.000.000.
Menurut Ramadhan, pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp 2.066.350.000, serta bantuan nontunai dalam bentuk dana CSR sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp. 2.066.350.000.
Namun dana CSR tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing. Diantaranya lembaga/yayasan harus bertaraf internasional.
Ramadhan menerangkan, pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditunjuk untuk mengelola dana sosial/CSR dari Boeing tersebut.
"Perwakilan ACT menghubungi para ahli waris korban meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR dikelola oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Di mana dana sosial/CSR diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban," terang dia.