Jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, Hari Tasyrik memiliki keistimewaan tersendiri dalam Islam.
Istilah “Tasyrik” sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti “menjemur di bawah sinar matahari”. Penamaan ini berlatarbelakang tradisi menjemur daging kurban di bawah terik matahari pada hari-hari tersebut.
Daging yang dijemur ini kemudian diolah menjadi dendeng atau abon untuk disimpan lebih lama.
Selain itu, meskipun identik dengan penjemuran daging kurban, Hari Tasyrik bukan hanya tentang itu. Namun umat Islam juga bisa melakukan sederet amalan pada momen tersebut.
Berikut beberapa amalan utama yang dianjurkan:
- Berzikir dan Memperbanyak Ibadah: Umat Islam di anjurkan untuk memperbanyak zikir, tahlil, dan membaca Al-Quran.
- Menyantap Daging Kurban: Hari Tasyrik merupakan waktu yang tepat untuk menikmati hidangan daging kurban bersama keluarga dan kerabat.
- Menyumbangkan Daging Kurban: Bagi yang memiliki kelebihan daging kurban, baiknya membagikannya kepada fakir miskin dan kaum duafa.
Hukum Berpuasa
Salah satu hal yang perlu muslim perhatikan di Hari Tasyrik adalah hukum puasanya. Menurut mayoritas madzhab (Hanafi, Maliki, Hanbali, dan Syafi’i qaul qadim), puasa di hari tersebut hukumnya haram.
Larangan ini berdasar pada beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang puasa di hari tersebut.
Alasan larangan Puasa di Hari Tasyrik juga karena memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, mengkonsumsi daging kurban dan mempersiapkan diri untuk kembali ke rutinitas setelah Iduladha.
Namun, dalam madzhab Syafi’i qaul jadid, puasa di perbolehkan. Dengan syarat mengqasarnya (memperpendeknya).
Pengecualian juga diberikan bagi jemaah haji yang melaksanakan haji tamattu’ dan qiran, di mana mereka dibolehkan berpuasa jika tidak mendapatkan hewan kurban.
