Mengenal Tradisi Tolak Bala Cukur Rambut Gimbal Anak Bajang di Dieng
Delapan anak berambut gimbal berjejer menjalani prosesi pencukuran rambut gimbal anak bajang di kompleks Candi Arjuna, Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Minggu (24/8/2025).
Tradisi yang telah berjalan sejak puluhan tahun lalu, sebelumnya diawali dengan kirap budaya yang bertolak dari rumah tetua adat menuju tempat prosesi cukur anak gimbal di candi Arjuna. Delapan anak yang akan menjalani proses unik itu, diarak keliling desa menggunakan andong.
Apa itu tradisi cukur rambut gimbal?
Tradisi cukur rambut gimbal biasanya digelar pada bulan Suro dan Agutus, seringkali serangkaian dengan acara Dieng Culture Festival (DCF) seperti yang digelar hari ini. Cukur rambut gimbal digelar sebagai penutup DCF 2025, disaksikan ribuan masyarakat yang bercampur dengan wisata yang tertarik menyaksikan proses unik ini.
Dikutip dari berbagai sumber, tradisi cukur rambut gimbal di Dieng merupakan upacara turun-temurun yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu, berakar dari legenda Kyai Kolodete dan dipercaya membawa berkah sekaligus risiko kesialan bagi anak yang mengalaminya.
Tradisi ini berawal dari kepercayaan bahwa rambut gimbal adalah titisan leluhur dan harus diruwat untuk melepaskan diri dari pengaruh negatif serta memperoleh keselamatan.
Fenomena rambut gimbal muncul secara alami pada anak-anak dan dipercaya sebagai berkah atau titisan dari leluhur, terutama Kyai Kolodete. Rambut gimbal dianggap sebagai "sesuker" atau hal yang membawa kesialan, sehingga harus dihilangkan melalui ritual "ruwatan" untuk keselamatan anak.
Anak-anak berambut gimbal yang menjalani tradisi cukur rambut/Foto: dok Humas Jateng
Konon, Kyai Kolodete, seorang tokoh spiritual di Dieng, bersumpah untuk tidak mencukur rambutnya sebelum Dieng makmur. Sumpahnya yang tidak terpenuhi, akhirnya menyebabkan rohnya menitik ke anak-anak yang lalu tumbuh rambut gimbal,.
Tradisi ini telah berkembang dari ruwatan individual menjadi bagian dari festival besar seperti Dieng Culture Festival (DCF) dan Festival Menjer, yang diadakan secara massal.
Pengakuan Budaya
Tradisi cukur rambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng/Foto: dok Humas Jateng
Pada tahun 2016, tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang mencakup adat istiadat masyarakat, situs, dan perayaan-perayaan,.
Wisatawan asal Jakarta, Rahayu mengaku sudah sering berkunjung ke Dieng. Namun dia baru kali pertama melihat langsung prosesi ritual cukur rambut gimbal anak bajang.
“Sudah sering dengar, tetapi baru kali ini lihat langsung. Terharu dan takjub kenapa rambutnya bisa begitu. Tadi juga bertanya-tanya, apakah tidak bisa dikeramasi atau dilurusin saja atau bagaimana, ternyata memang itu tumbuh lagi,” ujarnya, dilansir Humas Jateng.
Tradisi cukur rambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng/Foto: dok Humas Jateng
Rahayu ke lokasi itu bersama-sama teman-temannya. Menurut dia, rangkaian acara Dieng Culture Festival 2025 sudah cukup bagus. Bahkan, mampu menarik wisatawan dari berbagi daerah untuk datang ke Dieng.
Dikatakan, festival budaya di kawasan Dieng itu menarik bukan hanya pemandangannya, tapi juga budaya yang ditampilkan. Tak ayal, acara tahunan ini selalu mampu menyedot pengunjung.
Hal senada disampaikan Suci, wisatawan asal Jakarta. Dia tidak menyangka DCF dihadiri oleh ribuan orang. Salah satu yang berkesan adalah bisa melihat langsung anak bajang dengan rambut gimbalnya. Baginya, DCF telah berhasil mengemas upacara tradisi menjadi sebuah acara yang lengkap, menghibur, dan memberikan pengetahuan.
“Belum pernah ketemu yang seperti itu. Untuk acara adat sih bagus banget ya. Memang anak-anak itu punya kelebihan, kan tidak semua dapat kayak gitu (rambut gimbal). Jadi perlu dilestarikan. Takjub banget lihat rambut gimbal,” ujar Suci.***