Sosial Budaya

Menguak Isi Perjanjian Giyanti dan Salatiga, Bagaimana Peta Kekuasaan Mataram Islam Berubah ?

07 November 2025 | 16:25 WIB
Menguak Isi Perjanjian Giyanti dan Salatiga, Bagaimana Peta Kekuasaan Mataram Islam Berubah ?
Ilustrasi perjanjian Giyanti dan Salatiga. [Gemini]

Sejarah Indonesia menyimpan banyak peristiwa penting yang mengubah arah kekuasaan di tanah Jawa. Dua di antaranya adalah Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1757).

rb-1

Kedua perjanjian ini menjadi penanda berakhirnya kejayaan Kerajaan Mataram Islam dan lahirnya kerajaan-kerajaan baru di Jawa.

Baca Juga: Di Depan Fadli Zon, Megawati: Saya sedang Kumpulkan Ahli-Ahli Sejarah

rb-3

Latar Belakang dan Isi Perjanjian Giyanti

Ilustrasi. [Gemini]Ilustrasi. [Gemini]

Setelah wafatnya Sultan Agung, Kerajaan Mataram mulai melemah akibat perebutan kekuasaan di antara para bangsawan.

Baca Juga: Doni Monardo: Kita Harus Lebih Kaya dari VOC

Campur tangan Belanda (VOC) memperparah keadaan dan menimbulkan perpecahan di dalam kerajaan.

Konflik terbesar terjadi antara Pangeran Mangkubumi dan Pakubuwono II, yang akhirnya diselesaikan melalui Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

Isi utama perjanjian tersebut meliputi:

1. Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah kekuasaan

Bagian barat menjadi milik Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I dan mendirikan Kesultanan Yogyakarta.

Bagian timur tetap dikuasai oleh Pakubuwono III, penguasa Kasunanan Surakarta.

2. VOC menjadi penengah dalam perjanjian ini dan memperoleh keuntungan politik karena berhasil memecah kekuatan Mataram.

3. Pangeran Mangkubumi diakui sebagai raja sah, dengan hak memerintah dan mengelola wilayahnya secara mandiri.

Perjanjian Giyanti secara resmi menandai berakhirnya Kerajaan Mataram Islam sebagai satu kesatuan besar di Jawa Tengah.

Isi Perjanjian Salatiga dan Dampaknya

Meski Perjanjian Giyanti telah tercapai, konflik belum sepenuhnya reda.

Tokoh lain, Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, masih menentang kekuasaan Surakarta dan VOC.

Untuk mengakhiri perlawanan tersebut, pada 1757 disepakati Perjanjian Salatiga, yang kembali dimediasi oleh Belanda.

Isi perjanjian ini antara lain:

1. Raden Mas Said diangkat menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I.

2. Ia memperoleh wilayah kekuasaan baru bernama Kadipaten Mangkunegaran, yang berpusat di Surakarta.

3. Raden Mas Said harus menghentikan perlawanan terhadap Surakarta dan VOC.

4. Kadipaten Mangkunegaran diberikan hak mengelola pemerintahan dan hasil bumi secara mandiri, namun tetap berada di bawah pengaruh VOC.

Sejak itu, wilayah Mataram terbagi menjadi tiga kekuasaan besar: Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Kedua perjanjian ini menegaskan strategi politik “pecah belah” Belanda, namun juga melahirkan warisan budaya yang masih lestari hingga kini, seperti keraton, seni tari, dan adat istiadat Jawa.

Tag VOC Keraton Yogyakarta Budaya Jawa Sejarah Indonesia Keraton Surakarta Perjanjian Giyanti Perjanjian Salatiga Kerajaan Mataram Mangkunegaran Sejarah Jawa