Menguak Isi Perjanjian Giyanti dan Salatiga, Bagaimana Peta Kekuasaan Mataram Islam Berubah ?
Sejarah Indonesia menyimpan banyak peristiwa penting yang mengubah arah kekuasaan di tanah Jawa. Dua di antaranya adalah Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1757).
Kedua perjanjian ini menjadi penanda berakhirnya kejayaan Kerajaan Mataram Islam dan lahirnya kerajaan-kerajaan baru di Jawa.
Baca Juga: Di Depan Fadli Zon, Megawati: Saya sedang Kumpulkan Ahli-Ahli Sejarah
Latar Belakang dan Isi Perjanjian Giyanti
Ilustrasi. [Gemini]
Setelah wafatnya Sultan Agung, Kerajaan Mataram mulai melemah akibat perebutan kekuasaan di antara para bangsawan.
Baca Juga: Doni Monardo: Kita Harus Lebih Kaya dari VOC
Campur tangan Belanda (VOC) memperparah keadaan dan menimbulkan perpecahan di dalam kerajaan.
Konflik terbesar terjadi antara Pangeran Mangkubumi dan Pakubuwono II, yang akhirnya diselesaikan melalui Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.
Isi utama perjanjian tersebut meliputi:
1. Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah kekuasaan
Bagian barat menjadi milik Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I dan mendirikan Kesultanan Yogyakarta.
Bagian timur tetap dikuasai oleh Pakubuwono III, penguasa Kasunanan Surakarta.
2. VOC menjadi penengah dalam perjanjian ini dan memperoleh keuntungan politik karena berhasil memecah kekuatan Mataram.