Nikita Mirzani Berencana Gugat Reza Gladys Atas Dugaan Wanprestasi
Lifestyle

Aktris Nikita Mirzani berencana menggugat Reza Gladys, seseorang berinisial AM, serta sejumlah pihak lainnya atas dugaan wanprestasi. Gugatan tersebut akan diajukan melalui kuasa hukumnya, Fahmi Bachmid.
Padahal, saat ini Nikita Mirzani masih menjalani proses hukum atas dugaan pengancaman dan pemerasan yang ditangani oleh Polda Metro Jaya. Ia diketahui telah menjalani masa tahanan selama kurang lebih dua bulan, bahkan masa penahanannya telah diperpanjang sebanyak tiga kali.
"Saya mendapat amanah dari Nikita Mirzani, dan ia meminta saya segera mendaftarkan gugatan wanprestasi dalam satu hingga dua hari ke depan," ujar Fahmi melalui sambungan Zoom, Rabu (14/5/2025).
Baca Juga: Momen Haru Nikita Mirzani Beri Pesan ke Lolly yang Sebut Ibu Durhaka: Nak, Tidak Ada Ibu...
Menurut Fahmi, perkara yang dihadapi kliennya seharusnya masuk dalam ranah perdata, bukan pidana. "Menurut kami, kasus ini sebenarnya adalah perdata, tapi seolah dipaksakan masuk ke ranah pidana," katanya.
Fahmi juga menambahkan bahwa gugatan wanprestasi tidak hanya ditujukan kepada Reza Gladys, tetapi juga terhadap institusi negara, yakni Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia.
"Turut tergugat satu adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia, turut tergugat dua adalah Jaksa Agung Republik Indonesia," jelas Fahmi.
Baca Juga: Bella Luna Pernah Nikah Siri dengan Razman, Saat Mau Pisah Malah Main Lapor Melapor
Saat ditanya kapan gugatan tersebut akan resmi didaftarkan ke pengadilan, Fahmi memilih untuk tidak mengungkapkannya. Ia menegaskan bahwa waktu pengajuan merupakan bagian dari strategi hukum yang tidak harus dibuka ke publik.
"Soal kapan gugatan dimasukkan, itu bagian dari strategi saya. Tidak harus saya buka ke publik," ucapnya.
Fahmi juga menanggapi pernyataan pihak Kejaksaan terkait masa penahanan Nikita yang akan berakhir pada 2 Juni 2025. Menurutnya, masa penahanan masih bisa diperpanjang selama 30 hari, namun itu merupakan batas terakhir.
"Kalau mengacu pada KUHAP, masih ada kewenangan untuk memperpanjang 30 hari lagi. Tapi itu adalah perpanjangan terakhir. Jika sudah melewati total 180 hari dan berkas belum juga dinyatakan lengkap, maka harus bebas demi hukum," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyatakan bahwa berkas perkara Nikita Mirzani telah dikembalikan kepada penyidik Polda Metro Jaya karena dinilai belum lengkap. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, pada Rabu (13/5/2025).
"Sejauh ini, berkas perkara saudari NM dan saudara MS itu pada 17 Maret sudah P-19. Namun, menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), masih ada petunjuk yang belum dipenuhi sehingga dikembalikan kepada penyidik Polda Metro Jaya," terang Syahron.
Ia menambahkan bahwa JPU akan menentukan sikap dalam waktu 14 hari ke depan, setelah memeriksa pemenuhan petunjuk yang telah diberikan sebelumnya.
"Jaksa Penuntut Umum akan menentukan sikap apakah petunjuk dalam berkas P-19 terdahulu telah dipenuhi atau belum," ujarnya.
Syahron juga menegaskan bahwa jika hingga batas waktu yang ditentukan berkas belum dinyatakan lengkap atau belum mencapai status P-21, maka Nikita Mirzani berpotensi bebas demi hukum setelah masa penahanan tambahan berakhir pada 2 Juni 2025.
Diketahui, masa penahanan Nikita Mirzani dan asistennya, Ismail Marzuki alias Mail Syahputra, telah diperpanjang selama 30 hari sejak 2 Mei 2025.
Nikita Mirzani dan Mail Syahputra ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemerasan terhadap Reza Gladys, yang dilaporkan pada 3 Desember 2024.
Dalam kasus ini, Mail Syahputra disebut meminta Reza Gladys membayar Rp5 miliar sebagai kompensasi agar Nikita Mirzani bersedia menghapus konten ulasan negatif terhadap produk skincare milik Reza.
Setelah melalui proses negosiasi, Reza Gladys akhirnya menyerahkan uang sebesar Rp4 miliar kepada Mail Syahputra, yang kemudian diteruskan kepada Nikita Mirzani.
Atas perbuatannya, Nikita Mirzani dan Mail Syahputra dijerat dengan Pasal 27B ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun penjara. Mereka juga dikenakan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman pidana sembilan tahun penjara, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.
(Selvianus Kopong Basar)