Perayaan Paskah di Tengah Gempuran Israel, Umat Kristen Palestina: Bau Kematian Ada di Mana-mana

Nasional

Minggu, 20 April 2025 | 15:52 WIB
Perayaan Paskah di Tengah Gempuran Israel, Umat Kristen Palestina: Bau Kematian Ada di Mana-mana
Perayaan Paskah di Gaza/Foto: Video Al Jazeera

Kesedihan dirasakan oleh umat Nasrani di Gaza. Mereka kembali harus merayakan Paskah di tengah gempuran Israel. Bahkan saat umat kristiani merayakan Jumat Agung lalu, Israel membombardir dan menewaskan setidaknya 58 warga Palestina.

rb-1

Gaza memiliki komunitas Kristen kecil yang terdiri dari Kristen Ortodoks Yunani, Katolik, Evangelis, dan Anglikan. Sebelum perang ada sekitar 1.400 keluarga, kini tinggal sekitar 350-400 keluarga.

Perayaan Paskah di Gaza/Foto: Video Al Jazeera

Ritual untuk menandai Jumat Agung dan Paskah telah diadakan di Tepi Barat yang diduduki. Ada sekitar 50.000 orang Kristen Palestina di wilayah tersebut. Namun, otoritas Israel mengharuskan mereka memperoleh izin untuk bepergian ke Yerusalem, sehingga banyak yang kesulitan untuk mengikuti perayaan tersebut.

rb-3

Selain itu, pemukim Israel dan militer juga menyerang orang-orang Palestina di tanah mereka di kota Biddya, di provinsi Salfit di Tepi Barat yang diduduki, menurut Al Jazeera Arabic pada hari Jumat, sehingga meredam perayaan tersebut.

Berbicara kepada Al Jazeera dari sebuah gereja setempat, Ihab Ayyad mengatakan bahwa ia biasa berkumpul dengan jemaat lain dan mengunjungi rumah tetangganya setiap tahun untuk merayakan.

“Tahun ini, kami tidak melakukan kunjungan karena kehancuran total di mana-mana, karena pasukan pendudukan (Israel) telah meratakan sebagian besar rumah kerabat dan tetangga saya,” kata Ayyad. “Banyak kerabat dan tetangga saya yang menjadi martir atau mengungsi di berbagai tempat. Kami tidak merayakan karena kami merasa sangat sedih.”

Ramez al-Soury mengatakan bahwa ia biasa bepergian dari Gaza ke Betlehem atau Yerusalem untuk minggu suci.

Namun sekarang, “suasana perang” merasuki Gaza. “Bau kematian ada di mana-mana. Bau pembunuhan dan kehancuran memberi banyak tekanan pada kami,” katanya.

Melaporkan dari Kota Gaza, Hani Mahmoud dari Al Jazeera mengatakan komunitas Kristen berpegang teguh pada iman mereka dan telah berkumpul di salah satu gereja tertua di dunia di Gaza – bukan untuk menentang tetapi untuk berbakti.

“Di Gaza, Jumat Agung adalah kekuatan iman dan kekuatan yang tenang bagi mereka yang masih percaya pada perdamaian bahkan ketika dunia di sekitar mereka hanyalah panggung yang dipenuhi dengan kekerasan dan kematian,” katanya.

Melaporkan dari Kota Gaza, Hani Mahmoud dari Al Jazeera mengatakan komunitas Kristen berpegang teguh pada iman mereka dan telah berkumpul di salah satu gereja tertua di dunia di Gaza – bukan untuk menentang tetapi untuk berbakti.

“Di Gaza, Jumat Agung adalah kekuatan iman dan kekuatan yang tenang bagi mereka yang masih percaya pada perdamaian bahkan ketika dunia di sekitar mereka hanyalah panggung yang dipenuhi dengan kekerasan dan kematian,” katanya.

Kehancuran Gaza

Sebelum Perang 1.400 Keluarga Kristen di Gaza Kini Tinggal 400 KK

“Kami menjalankan ritual keagamaan kami sendiri, saling berkunjung, dan merayakan dalam suasana yang hangat dan penuh kegembiraan. Namun sayangnya, karena perang, semua itu telah hilang,” kata Ehab Ayad, seorang Kristen berusia 31 tahun dari kota Gaza, dikutip dari The National News.

“Tidak ada lagi tanda-tanda perayaan atau kegembiraan,” katanya kepada The National. “Ketaatan kami sekarang hanya terbatas pada doa dan ritual di dalam gereja.”

Kebaktian Jumat Agung di Gereja Ortodoks Yunani St Porphyrius, salah satu dari tiga tempat ibadah Kristen di kota Gaza, bersama dengan Gereja Keluarga Kudus Katolik dan Gereja Baptis, mengalami penurunan jumlah pengunjung.

Tahun ini, gereja Katolik dan Ortodoks akan merayakan Paskah pada tanggal 20 April, sebuah peristiwa langka karena mereka mengikuti kalender yang berbeda.

"Kami tidak merayakan seperti kota-kota Palestina lainnya atau seluruh dunia," kata Ramez Al Suri, saat berbicara di luar Gereja St Porphyrius, yang rusak akibat serangan udara Israel yang menewaskan 18 orang hanya beberapa minggu setelah perang dimulai pada awal Oktober 2023.

"Sebelumnya, ada kegembiraan bersama anak-anak dan keluarga. Saya pribadi kehilangan putra-putra saya, jadi tidak ada kegembiraan," katanya.

Ihad Abayad, jemaat lain di gereja tersebut, mengatakan dulunya ada sekitar 1.400 keluarga Kristen di Gaza, "tetapi setelah perang ini, hanya tersisa 350 hingga 400 keluarga".***

Sumber: Al Jazeera, The National News

Tag Paskah 2025 di Gaza

Terkini