FTNews – Larangan penggunaan knalpot brong atau berisik yang menyebabkan polusi suara saat kampanye Pemilu 2024 kembali ditegaskan Kepolisian Daerah Jawa Tengah
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Satake Bayu Setianto menegaskan bahwa larangan tersebut sudah tercantum dalam izin kampanye yang diterbitkan kepolisian.
“Dalam izin kampanye yang diajukan partai politik dicantumkan tentang larangan pemakaian kendaraan dengan knalpot berisik,” katanya kepada wartawan, Kamis (4/1).
Larangan tersebut akan terus disosialisasikan kepada seluruh jajaran yang akan dilanjutkan dengan melakukan penertiban knalpot brong yang digunakan saat kampanye.
Senada dengan Kombes Satake, Dirlantas Polda Jateng Kombes Sonny Irawan menjelaskan bahwa kendaraan yang menggunakan knalpot brong mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat pengguna jalan.
Tak hanya itu, penggunaan knalpot berisik juga memicu konflik sosial. Hingga saat ini, pihaknya telah melakukan penindakan terhadap penertiban penggunaan knalpot brong.
Dalam catatan Polda Jateng, hingga saat ini sudah 324.925 knalpot tidak standar yang dimusnahkan.
Picu Konflik Sosial
Sebelumnya, kasus knalpot brong yang memicu konflik tersebut terjadi di Kabupaten Boyolali. Saat itu salah satu pendukung pasangan capres-cawapres berkampanye dengan menggunakan knalpot brong.
Akibatnya terjadi gesekan antara peserta kampanye dengan pihak aparat keamanan dalam hal ini, TNI. Hingga akhirnya sejumlah orang yang mengikuti kampanye tersebut terluka karena baku hantam yang terjadi.
Buntut peristiwa tersebut enam oknum TNI pelaku penganiayaan terhadap sukarelawan pasangan capres dan cawapres ditetapkan sebagai tersangka.
“Berdasarkan alat bukti dan keterangan terperiksa, penyidik Denpom IV/4 Surakarta telah mengerucutkan keenam pelaku,” kata Kepala Penerangan Kodam IV/ Diponegoro Kolonel Richard Harison di Semarang.
Sebelumnya, dua anggota sukarelawan pasangan capres-cawapres diduga menjadi korban penganiayaan sejumlah oknum TNI di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (30/12/2023). Akibat kesalahpahaman antara pelaku dan korban usai mengikuti kampanye pasangan capres-cawapres.